Tapi jangan berlebihan…
Terinspirasi oleh pelajaran PPKn kelas 3 SMA. Guruku waktu itu bilang “fanatik dalam beragama itu wajib. Kita harus merasa dan yakin bahwa agama kitalah yang paling benar. Tapi jangan berlebihan hingga menjelek2kan agama lain”. Seorang kenalan, baru2 ini bertanya lebih lanjut, “Bagaimana bisa merasa paling benar tanpa menjelekkan yang lain? Bukankah ketika kita merasa paling benar itu setelah membanding2kan, kemudian ada yang benar, lebih benar, kurang benar dan akhirnya kitalah yg paling benar.” Jderr!! Aku ga siap ditanya begitu, maka ku jawab spontan, mengadaptasi perkataan sahabat SMAku yang anak pendeta, “Meyakini paling benar tanpa membandingkan itu seperti percaya tanpa melihat. Hakikat iman seperti itu bukan?” . ^^
Nah, tapi bukan itu yang mau ku-bagi.. Jadi jangan diperpanjang lagi ^^
Kali ini tentang fanatik dalam percintaan.
Ketika kita mencintai seseorang, merasa bahwa cinta kita adalah yang terhebat adalah wajib. Dengan begitu kita akan merasa mantap bersama dia, merasa pantas untuk dicintainya.
Lelakiku terdahulu adalah lelaki puisi. Waktu itu, ku jadi pengen selalu merangkai kata-kata. Nah, si lelaki puisiku itu memang lelaki puisi sejati, karena gadisnya yang sekarang pun jadi produktif berpuisi. Dan untungnya, dia posting nya bukan di MP, jadi ku bisa intip sesuka-suka tanpa ada jejak. Hohoho..
Awal-awal ngintip, masih suka ada pyass dan mendesir. Karena mirip-mirip apa yang dulu kurasakan dengan yang si Gadis ini rasakan. Ya iyalah ya..sebabnya kan lelaki yang sama. Orang mungkin berubah, tapi rupanya dia ga begitu signifikan. jadi wujud kasmarannya ini Gadis serupa dengan yang dulu kurasakan. Cuma, puisi dia jauuuuhhh lebih baguuusss.. Aku fair kan mengakuinya? ^^
Nah, hingga akhirnya aku nemu satu puisi yang agak memanaskan dadaku. Selama ini si Gadis menceritakan betapa dia bersyukur ketemu lelaki puisi ini, betapa dia kangen, betapa romantis dan gombalnya lelaki itu. Hingga ada satu puisi yang agak berbeda. Ada kalimat-kalimat tentang fanatik cintanya yang berlebihan. Ku ga akan ngasih link, ga akan ngutip jiplek juga (karena ada yang suka gugling nyari tau.. hohoho..). Kurang lebih kalimatnya gini, “akan akan mencium kamu dengan kelembutan dan kedalaman yang tak kau dapatkan dari hati sebelumnya”.
Aku terganggu dengan kalimat itu. Maksudku, kamu boleh merasa bahwa ciuman kamu adalah yang terlembut. Tapi tak perlu lah kamu bilang ciuman kamu lebih lembut dari punyaku, yang artinya juga ciumanku lebih dangkal dari kamu. Emangnya kamu pernah ngrasain ciumanku? Dan, bukan cuma aku lho yang kamu underestimate, tapi pendahulu-pendahulu kita juga. Fufufu.. Jadi kupikir cukup lah bilang “akan kuberikan ciuman terdalam dan terlembut” saja. Urusan pemeringkatan biarlah lelaki itu yang menentukan. Kan dia yang udah ngrasain.. ^^
Tapi aku jadi tersadar bahwa memang ketika kita kasmaran, dunia serasa milik berdua saja itu memang benar. Pilihan kata hanya tertuju padanya, tak memikirkan jika dibaca orang lain. Untung saja kubacanya pas hati udah damai. Nah, misalkan ku nemu itu pas jaman kudeta dan sengketa cinta dulu? Dudududu…
Dan ini sebagai pengingat bagiku juga, bahwa jika nanti aku kasmaran (lagi), maka ku tidak akan meniadakan peran pendahuluku. Kata seorang teman, ketika kita menjalin hubungan dengan seseorang itu ibarat kita sedang membangun rumah. Dan ketika ternyata rumah itu bukan kita yang menempati, janganlah merasa kita telah melakukan hal yang sia-sia. Kita harus bangga bahwa kita telah berkontribusi dalam membangun rumah itu. Nah, apa kabar ketika kita bangga dengan rumah kita eh sama penghuni barunya dihina-dina? Sakiiiiiitttt kaaaannnn? ^^
Selamat bercinta tanpa fanatik berlebihan, teman-teman…