Wednesday, December 29, 2010

Sebuah Kebetulan yang Manis*

…jika tak mau menyebutnya keajaiban…

 

Di antara banyak manusia berlalu-lalang, banyak waktu berlintasan dan banyak tempat berserakan; alam menggiringku untuk ke tempat itu, di saat itu, untuk bertemu kamu. Ya, kamu.

 

Tanpa awal cerita dan rekayasa, kita berjumpa. Tanpa umbar pemikat, kita saling menyapa. Dan bukan atas siapa [kamu] yang membuatku terpesona, bukan pula tentang apa [tingkahmu] sehingga aku jatuh cinta.

 

Tapi satu hal kecil lagi sederhana yang menambatkan kita.  Kita sama sekaligus saling melengkapi. Aku suka makan, kamu suka memasak. Aku suka lagu, kamu suka bernyanyi. Kamu suka tertib dan aku suka antri. Tak ada kebetulan yang lebih manis dari ini bukan?

 

Yak.. bagiku, bertemu denganmu adalah sebuah kebetulan yang [sangat] manis...semanis kamu... ^^

 

 

 

 

 

p.s: aku imut dan kamu tinggi!

 

 

 

 

.....mengenang 2 Oktober 2009....

 

 

 

*hasil membajak dengan izin dari yang bersangkutan

 

Wednesday, December 8, 2010

Cinta yang Mengudara

 

Demi melihat senyum genitmu untuk dia, aku bahagia

Demi keterbukaanmu atas dia, aku bangga

Demi mengetahui siapa dia, aku suka!

 

Tenang kawan, tak [akan] ada persaingan untuk menjadi juara

Hanya ada cinta, untuk kita semua

Dan energi positif yang [semoga] semakin mengaura

 

Selamat bercinta…

 

 

 

……tak dapat berhenti tersenyum untuk seorang teman…..

 

Friday, December 3, 2010

Nekad Travelling_Tidung

Tak jadi ke Ujung Kulon, mendadak ke Tidung pun jadi

Warning: Panjangan prolognya daripada cerita intinya (sebelum diprotes seseorang)

John adalah temannya teman yang kemudian menjadi temanku karena ku menyamber keinginannya untuk kencan dengan wanita berjilbab di blognya. Itu 3 tahun yang lalu. John ini adalah orang Irlandia, bekerja di New York, dan tiap tahun datang ke Indonesia. 12 dari 18 hari cutinya dia habiskan di Indonesia selama 6 tahun terakhir ini. Untuk tahun ini jauh hari sebelum dia datang dia bilang bahwa dia mengosongkan 1 wiken untukku, dan pas kutanya mau kemana, dia bilang Ujung Kulon.

 

Maka kumulailah cari info tentang Ujung Kulon. Aku adalah tipe orang yang harus kebayang apa yang akan dilakukan. Aku bukan tukang jalan-jalan yang spontan. Rundown acara jalan-jalan itu wajib untukku. Nah, ternyata untuk Ujung Kulon ini agak sulit kulakukan, sumber infoku ngambang semua. Oleh karena itu walau aku tetap menyusun planning & budgetingnya, ku berharap akan batal ^^ Dan alasan utamaku batal kencan adalah interview Kineforum, kondangan ke Tangerang, Jiffest dan JGTC di hari yg sama.

Harapan Batal 1

Cuaca yang tak menentu, Krakatau yang batuk-batuk, pertanda menuju pembatalan itu.  Jadi, kunyatakan ke John kalau Ujung Kulon resmi batal karena cuaca. Tapi, pas tau dia ga punya plan B, ku jadi ga tega membiarkan dia luntang-lantung di Jakarta. Kuhubungi temanku, si Ari,  yang punya plan B berupa Tidung, di jumat malam, kubilang aku dan John mau join. Jadilah kita ke Tidung berempat: aku, john, ari dan desy temannya Ari.

 

Harapan Batal 2

Jumat malam itu si John baru jalan balik dari Bandung via Sukabumi. Sampai jam 11 malam, dia masih di jalan entah dimana. Dan kubilang “Kamu yakin besok mau jalan2 sedangkan sekarang kamu pun masih di jalan?”. Kan kubayangkan dia pasti capek, trus esoknya pengen hibernasi seharian. Ternyata dia menjawab “no problem. Daripada nganggur di Jakarta”. Baiklah..

Harapan Batal 3

Untuk menyebrang menuju Tidung itu ada 2 cara:

1.       Via Muara Angke

Jam keberangkatannya pagi buta, paling siang jam 7.

2.       Via Muara Cituis aka Rawa Saban

Jam keberangkatan kapalnya manusiawi, yaitu jam 11.

Nah, kukasih taulah ke si John kalau kita musti ada di Angke jam setengah 7, karena di antara kita semua ga ada yg tau jalan ke Cituis. Kubayangkan dia akan jadi males karena tengah malam aja dia masih di jalan kan? Dan dia menjawab “just lemme know when and where we should meet tmr”. Duh..persistent ajah dia.. Dan ternyata yg ga sanggup pagi-pagi nyampe Angke bukanlah John, tapi si Ari . Hiyaaa..jadi mau ga mau kita lewat Cituis. Ku cari info tentang Cituis melalui si Senja dan ku lumayan dapat gambaran perjalanannya.

Harapan Batal 4

Citus itu letaknya ada di Tangerang sana. Rencana awal adalah, kita ke Tangerang trus sewa angkot untuk antar ke Cituis. Dan serasa dapat pencerahan, pas subuh2 Senja bilang “Aku tauuuuuu…”, dan dia menjelaskan cara mudah menuju Cituis:

. naik DAMRI ke bandara

. lanjut taksi ke Cituis

Karena jadwal kapal nyebrangnya adalah jam 11, maka kutentukan kita jalan dari blok M jam 9.

Aku bayangkan, si John bakal tepar jaya, jadi dia bakal kesiangan dan telat menuju blok M. Kalau dia telat kan kita juga bisa telat nyebrang. Batal deh.. Ternyata eh ternyata, jam setengah 9 dia menelpon dan bilang bahwa dia sudah berada di dekat bis DAMRI. Dan itu aku baru mau jalan. Hiks..

Harapan Batal 5

Kuharapkan macet, ternyata lancar jaya. Hanya butuh 40 menit untuk mencapai bandara. Supir taksi yang ga tau Cituis pun pantang menyerah bertanya ke banyak orang di bandara itu. Maka jalanlan kita menuju antah berantah itu.

Seruuu.. lewatin rumah-rumah tradisional, jalan yang kita lewati digelari gabah padi yg dijemur..trus papasan sama kambing juga.. Nanya orang di tiap simpangan jalan, dan jawabannya serupa “Oh..lurus saja, nanti perempatan belok kanan”. Beuh..kita dah jalan jauuuhhh, tuh perempatan ga ketemu-ketemu. Nanya lagi, jawabnya sama lagi.. Dududu..

Hingga tiba-tiba si bapak taksi belok kanan, padahal bukan perempatan “Pak, ini pertigaan bukan?”. Dan dia “Tapi ada petunjuk jalannya tadi..”. Oh okay.. Dan ini makin mengantahberantah. Lewatin sawah-sawah.. Pas udah jauh, dan waktu menunjukkan 10.30 dan makin tidak mengarah, kuminta untuk nanya ke orang. Dan jawab orang itu, “Oh..salah jalan.. Putar balik, nanti ketemu jalan utama, ke kanan. Lurus saja, perempatan baru belok kanan”. Gubrak..

Anehnya, aku tidak panik. Sementara 2 temanku mulai bertanya2 ini jam berapa. Kubayangkan, kita sampai sana jam sebelas lewat dan kapal sudah berangkat. Hohoho.. Si Desy, bertanya apakah dia harus menelfon tempat menginap, kubilang nanti saja. “Belum tentu kita jadi nyebrang..hohoho..”, dalam hatiku berkata begitu.

 

Perjalanan lanjut dan akhirnya aku melihat laut di kanan jalan dan kapal-kapal perahu. Hwuaaa… Sampai jugaaa… Setelah kebablasan dikit, kita masuk ke jalan tanah, becek, berlumpur gitu. Pas pintu taksi dibuka, beuh..baunya ikaaaaannnn bangeeeettt… Ternyata itu belom sampai, kata petugas pintu masuk “Masih jauh..lurus terus sampai mentok di Labuan”. Hoooo..

 

Dan pas kita liat wujud kapal dan pelabuhannya.. Kita semua tergelak. Ga nyangka seseru itu!

Dan ternyata karena banyak barang-barang yg musti diangkut, jadi kapal berangkat jam 12. Kita terbawa deh… ^^

 

Perahu yang menyeberangkan kita merupakan alat transportasi yang membawa penduduk Tidung dari dan ke Tangerang. Jadi di dalam perahu itu isinya selain manusia adalah barang-barang belanjaan, mulai ayam, minuman botol, beras, bensin dan ada juga sepeda motor. Tak ada tempat duduk atau bangku. Semua penumpang duduk ngampar di lantai kayu. Dan karena padat, maka tak bisa selonjoran. Dua jam seperti itu. Mantap!

Dan akhirnya setelah 2 jam di laut, berasa syuting Monsters (langit menggelap, hampir hujan, angin lebih dari sepoi2, eh si John mulai jeprat jepret), akhirnya kita sampai di Pulau Tidung!

 

TIDUNG ITU MENGAGUMKAN!

Aku kagum mendapati bahwa Tidung adalah sebuah kecamatan. Artinya orang-orang itu menetap di sana, hidup di sana. Bayangkan! Di tengah laut! Transportasi ke Jakarta darat jarang. Tak ada sarana hiburan (baca = bioskop). Tak ada mobil, tak ada kereta, jalanannya tak lebih lebar dari tiang bendera. Tak ada pasar, tak ada sawah, tak ada kolam renang. Tapi mereka hidup di sana! Wow…!

Alat transportasi mereka adalah sepeda motor dan sepeda. Bentuk jalanannya seperti di perkampungan padat di Jakarta, sempit dan bercabang-cabang dan banyak polisi tidurnya. Rumah-rumahnya beragam, dari sederhana hingga bergaya.

Fakta menarik yang kutangkap adalah, banyak dari rumah-rumah itu merangkap sebagai warung kebutuhan sehari-hari. Sebagai orang yang tidak bisa berdagang, ku bertanya-tanya: lakukah? Kan pembelinya ya tetangga-tetangga mereka juga. Sedangkan warungnya banyak juga. Itu gimana ‘rebutan’ konsumennya yah? ^^

Fakta menarik lainnya adalah bisa dibilang hampir semua rumah berfungsi ganda: tempat tinggal dan disewakan untuk pengunjung, ‘home stay’ istilahnya. Dan inilah yang mengobrak-abrik fantasiku tentang Tidung. Kupikir (dan John pikir juga), Tidung adalah pulau wisata, jadi kita akan tinggal di penginapan yang menyediakan semuanya (alat mandi dan makanan). Ternyata, Tidung adalah pulau hunian. Kita tinggal di rumah orang tanpa fasilitas apapun. Jadi, rumah mungil itu terdiri atas 1 kamar mandi, 1 kamar tidur dan ruang depan berisi kasur dan TV. Itu bukan masalah bagiku, karena aku membawa peralatan mandi. Bagaimana dengan John? Bawaan dia lebih banyak dari aku, dalam hal dia gendong tas dan nenteng juga, sedangkan aku hanya gendong. Ternyata, yang digendong dia itu adalah kamera saja. Jadi, untuk ke Tidung ini dia hanya menyiapkan 1 kaos, 1 celana dan 1 buku financial engineering! Hoho… untung si Ari berbaik hati untuk sharing handuk ^^

Setelah fantasi tempat tinggal terobrak-abrik, berikutnya adalah makanan. Kupikir, namanya tempat wisata pastinya akan banyak tempat makan dunk. Ibarat kata kumau apa saja, tinggal datangi saja. Makanya pas sebelum nyebrang si Desy menanyakan apakah kita mau pesan makanan atau tidak, kujawab “Ga usah.. Tar aja kita cari”. Hiyaaa.. Sotoy tingkat tinggi! Dan pas sampai di sana dan mendapati tak ada warteg atau restoran padang, aku mengerti kenapa Desy menawarkan untuk pesan makanan sejak dini.

 

APA YANG BISA DILAKUKAN DI TIDUNG

Itulah pertanyaanku kepada Desy. Karena aku bukan fans dari laut, ga suka basah ga suka lembab ga suka lengket berpasir. Dan Desy menjawab “Kalau di sini andalannya adalah sunset, sunrise, snorkeling, diving”. Baiklah.. Karena mendadak, packingnya pas mau berangkat, jangankan baju buat berenang, lha buat tidur aja ga bawaaaa… =(

Trus, daya tarik berikutnya adalah jembatan penghubung Tidung Besar dan Tidung Kecil. Di jembatan itulah tempat untuk menikmati sunset dan sunrise berada. Nah, kita tinggalnya di ujung lain dari jembatan itu. Untuk menuju jembatan itu, kita menyewa sepeda. Dan karena aku tidak dapat mengendarai segala sesuatu yang beroda, maka diboncenglah aku. Dan itu sakiiiiiittt… Tempat duduknya kan dari besiiiii… Maka, esok harinya pas mau liat sunrise, pas dibilang naik sepeda lagi, aku langsung dengan sigap berkata “Ga mau! Aku ga ikut! Mending jalan!”. Dan tring! Sekalian jogging sajaaaa.. Maka, jogginglah aku di subuh hari di pulau tidung, seorang diri. Dan karena bolak-balik, artinya aku sudah jogging 1 putaran Pulau Tidung! Hohoho..

Snorkling dan diving kita lewatkan, karena ga ada yg minat ^^ Jadi tak ada cerita

 

Bintang yang katanya indah, juga kita lewatkan. Kenapa? Karena kita capek, jadi jam 8 sudah tidur. Kata seorang teman “Apa gunanya ke Tidung kl hanya untuk tidur?”. Dan kubilang “Lho? Bukannya inti dari liburan itu adalah relaxing? Kl ku bisa tidur nyenyak, 9 jam lamanya, tujuan tercapai dunk…”. Hoho..

 

PULAU-PULAU ANTARA TIDUNG-PRAMUKA

Jadi, untuk kembali ke Jakarta darat, ada kapal dari Tidung ke Angke di jam tujuh pagi. Dan tentu saja kita tidak mau naik itu: kepagian, ga ada kesempatan liat-liat pulau lain. Maka diputuskan untuk menyewa perahu untuk mengantarkan kita ke Pulau Pramuka agar kita bisa naik kapal ke Jakarta jam 2.

Kapalnya mungil, pas lah untuk ber4. Tapi leleeeett..jalannya pelaaannn.. Atau memang kecepatan perahu itu segitu yah? Atau karena tak ada pohon2 di sekitar jadi tak terasa kalau jalan yah? ^^

Beberapa pulau hanya kita lewati saja, di antaranya Pulau Karya yang merupakan pulau makam warga pulau seribu. Hmmm..aku membayangkan seru juga yah kalau ada yg meninggal pemakamannya pake perahu iring2an.. Jadi inget Contracoriente juga.. ^^

Trus kita lewat di Pulau Air yg baguuuuss… Pulau tipis terbelah dua, kita lewat di antaranya. Warna airnya indah! (fotonya udah yah kemaren di teaser).

 Sebenarnya kita ditawari apakah mau turun dulu atau tidak. Tapi selain karena ga mau ngrepotin nakhodanya, juga karena ga ada yg banci foto2 selain aku, dan karena ngeri aja ketinggalan kapal dari Pramuka nanti, jadi kita hanya lewat saja.

Pulau Keramba, adalah pulau penangkaran ikan.

Ada hiuuuuu… Lucu deh, mulus kayak lumba-lumba!

Dan habis itu pulau Pramuka. Di situ ada penangkaran Penyu dan Kupu-kupu. Tapi karena itu hari minggu, tutup. Kata penjaganya “Kerja atau enggak kerja kalau hari minggu saya ga dibayar!”. Dududu..biasa aja dunk, Pak.. ^^

Dan ternyata benar adanya, kapal dari Pramuka menuju Angke berangkat jam 1, bukan jam 2 seperti kabarnya. Dan kita sampai sana jam 12an. Pas!

Dan setelah menempuh perjalanan dalam suasana agak berkabut selama 2.5 jam, dengan kabar bahwa di Jakarta hujan menggila, sampailah kami di Angke. Kemudian naik angkot sampai terminal Grogol. Trus John bertanya “Naik apalagi kita?”, dengan semangatnya. Dan aku dengan tak kalah semangat menjawab “TAKSI!”. Mana kutau dari grogol menuju Kuningan naik apaaaa…

 

Yak itulah laporan kencanku wiken kemaren!

 

Makasih untuk Ari dan Desy yang menemani dan menjadi guide kami.. Lain kali lagiii…

 

 

 

Untuk foto lebih lengkap bisa dilihat di fesbuknya Ari. Lebih lengkap lagi, seminggu lagi setelah the D700-guy balik ke negaranya dan mengolah foto2nya ^^ "Blum tentu ku upload semua juga lho yah..kl menurutku ga bagus, kuapus", itu pesannya. Hiks..