hmmmmm....
Yang kumaksud dengan ‘kacamata’ ketika kubilang “Ketika kita melihat sesuatu yang janggal yang aneh yang tidak masuk akal, baiknya coba pikir dan renungkan, jangan-jangan cara pandang kita yang perlu dikoreksi. Atau jangan-jangan kita salah pakai 'kacamata'”, adalah cara memandang. Kita sering tidak mengerti sama sekali dengan jalan pikir orang lain bukan? Contoh ekstrim: pelaku bom bunuh diri. “Apppaaa siii yg mereka pikirkan??”, sering terdengar komentar seperti itu bukan? Contoh lebih sederhana: ada seseorang yang merasa dia melek fashion dan melihat ada orang lain memakai baju yang menurut dia kejahatan, dia foto diam-diam kemudian dia sebarkan di social media dengan caption “o my god, what were this lady thinking. fake tan & blondish hair. harem jeans? Yuck”. Akarnya adalah dia tidak mengerti dengan apa yang dia lihat dan merasakan keanehan tingkat dewa.
Adakah ‘kacamata’ untuk kedua contoh di atas?
‘kacamata’ aka cara pandang itu menurutku bergerak atau berkembang seperti halnya mata kita. Contoh yang menurutku cukup pas adalah di film Sang Penari, film tentang ronggeng di daerah Dukuh Paruk, Banyumas. Di film tersebut, di latar waktu itu, ronggeng ada dengan segala macam ritualnya yang kental (sesaji, doa sebelum manggung). Kemudian tibalah waktu di mana mereka seperti ‘dipaksa’ untuk berkompromi dengan kondisi jaman: sesaji dan doa ditiadakan. Para tetua merasa sangat keberatan, apalagi sang dukun ronggeng. Namun, akhirnya dicapailah jalan tengah bahwa sesaji dilakukan di rumah sebelum berangkat. Kata salah satu sesepuh “Inilah lakuning jaman..”. Yep! Di ‘mata’ para sesepuh itu, awalnya peniadaan ritual sesaji di panggung itu adalah kejahatan tradisi. Namun, mereka menyadari bahwa jaman bergerak dan berubah, maka mereka pun akhirnya menerima hal itu sebagai ‘lakuning jaman’. Mereka melakukan ‘koreksi pada mata mereka’, mereka memakai ‘kacamata’ baru..
Nah, sekarang dengan mengetahui pentingnya ‘kacamata’ ini, haramkah "apaan sih ini?? Ga ngerti deehh..”? Apakah kita akan menjadi orang yang selalu mengerti semua hal?
Pertanyaan selanjutnya? Apakah ‘kacamata’ membuat kita menjadi penipu? Karena kan pada awalnya kita tidak mengerti, kemudian kita memakai ‘kacamata’ dan menjadi mengerti. Pada kondisi A kita memakai ‘kacamata’ A, pada kondisi B yang sebenarnya kita anti kita menjadi mengerti karena kita memakai ‘kacamata’ B. Apakah itu bukan sedang menipu diri sendiri dan orang lain?
Kembali kepada kacamata. Apakah kita memiliki banyak kacamata dengan segala macam ukuran/ kebutuhan di satu waktu? Tidak bukan? Kita melakukan koreksi pada kacamata ketika kita merasa kacamata yang sekarang sudah tidak nyaman di mata. Ada yang bertahun-tahun masih memakai kacamata yang sama bukan? Begitu pula dengan ‘kacamata’, dia perlu berubah sesuai lakuning jaman.
Dengan adanya ‘kacamata’ tidak serta merta menjadikan kita manusia yang mampu memahami segala hal di dunia. Dan juga tidak menjadikan kita penipu. Karena hanya ‘kacamata’ yang pas dan nyaman lah yang kita pakai. Selanjutnya, kita juga akan mengerti bahwa tiap orang memiliki ‘kacamata’ masing-masing. Dan ini akan berkontribusi pada dua contoh di awal paragraf.
*kalau dipikir kok jadi geser yah fokusnya..? bukan tentang ‘kacamata’ tapi mencoba mengerti perbedaan.. hehehe.. mahap..*