Friday, December 7, 2012

Menjadi Baik

"Kamu tidak bisa berharap orang lain menjadi baik, kamu harus membuat orang lain itu menjadi baik" _ Jelapah

artinya kita tidak bisa berdiam diri dan berharap dan kemudian kecewa lalu sakit hati
kita harus berbuat sesuatu tentang apa yang kita mau

misalnya kita punya teman yang tiap janjian slalu datangnya telat dan itu menggangu kita. maka berharap dia tidak akan terlambat lagi itu tak bisa. kita harus berbuat sesuatu untuk membuat dia tidak terlambat, misalnya dengan mengingatkannya atau membangunkannya atau menjemputnya jika perlu.

contoh lain jika ada teman yang hobinya meminjam baju dan tidak dikembalikan. maka, kita tidak bisa hanya berharap semoga dia ingat atau kelak tidak seperti itu lagi. kita harus membuat dia selalu mengembalikan apa yang dia pinjam.

ya seperti itulah..
dan jika perbuatan kita tidak diterima dengan baik, bernyanyilah..

....whatever i did whatever i said i didn't mean it, i just want u back for good...

:)

Wednesday, November 21, 2012

UTANG PIUTANG

..kadang-kadang tak ada logika....

kl si pemberi utang kesel liat bahwa si penerima utang sulit mengembalikan utangnya namun slalu berhura-hura, rasanya itu masuk akal
bagaimana dengan si penerima utang kesel ke si pemberi utang karena dia bisa berhura-hura? "Lo slalu nagih utang lo ke gue, tapi kok lo bisa nonton konser ini, liburan ke situ...."

...di luar akal...

jika A = B, maka B = A
jika janji adalah hutang, maka hutang adalah janji
kl janji membayar hutang, itu apa?
janji membayar janji? *jadi cukup dengan janji-janji









suatu hari bapakku pernah berkata, kl bisa janganlah terlibat hutang-piutang. karena ketika tiba saatnya untuk menagih... (entah gimana) kamu seperti tidak dihargai..ora kajen..

dududududu...

Thursday, November 15, 2012

Bahagia: a birthday wish

dari sekian banyak ucapan ulang tahun yang sudah kuterima selama aku hidup ini, ada satu yang (akhirnya) membuatku mataku langsung memanas dan dadaku menghangat

...aku mau kamu bahagia selalu. mau sukses atau enggak, mau cepet dapat jodoh atau enggak, yang penting kamu bahagia...

doa dari sahabat memang tak pernah gagal..

i luv You, E..





banyak ucapan disertai doa yang kadang justru membuat gusar. Misalnya "semoga tambah pintar", meski mulut berkata 'amin', dalam hati bisa saja mengucap "maksudnya sekarang aku tidak cukup pintar?" :)

Tuesday, September 11, 2012

Suara Kecil dari Bali

Nama: TaTa; Sifat: Manja

Sepertinya itulah sifat yang sedang akan kutonjolkan kali ini: manja ^^

Beberapa bulan lalu, aku bersama dua orang kawan berwisata ke Pangandaran dengan tujuan utama adalah Green Canyon. Walau aku tak begitu suka air, tapi karena ada kawan maka kemana saja ayuk sajalah. Kami naik bis dari terminal Kampung Rambutan menuju terminal Pangandaran. Dan karena kami adalah generasi manja (lebih tepatnya aku), maka untuk menuju Green Canyon kami mencarter angkot (orang lain akan naik angkot kemudian lanjut ojek). Jalanan dari terminal Pangandaran menuju Green Canyon itu kondisinya cukup parah: tidak rata permukaannya tapi lubang merata dan nyaris menjadi kubangan air. Tentu saja jalannya angkot menjadi ajrut2an, sesekali kepala kami kepentok atap angkot. Kemudian si Bapak supir berkata “ya beginilah Mbak kondisi jalannya. Padahal daerah wisata.. duitnya dikemanain coba?”. Dhuar!

Nah, minggu kemarin aku melewatkan akhir pekan di Bali. Sebagai Miss Duduk-duduk yang gampang masuk angin, maka agenda utama di Bali adalah duduk-duduk bukan di pantai. Dan sebagai generasi manja, maka kemana-mana naik taksi. Ketika di Uluwatu, orang di sebelahku ternyata adalah rombongan dari Brazil. Ketika kutanya berapa lama tinggal di Bali, dia menjawab: 30 hari. “Karena ke sininya aja 3 hari, jadi di sini harus lama”. Masuk akal..masuk akal…
Dalam perjalanan pulang menuju hotel (yang lokasinya dekat bandara), aku mencoba mereka-reka budget liburan orang2 Brazil tadi. Dan aku mulai pening mikirin biaya hotelnya. Kemudian aku bertanya ke bapak taksi, ngobrol lebih tepatnya, karena jarak tempuh yang lumayan panjang.

TaTa: Pak, di sini ada kos2an kan yah? paling nggak di deket2 kampus Udayana tadi..
Taksi: oh banyak, mbak.. Ada yang 800rb, ada sejuta per bulan
TaTa: Nah…kl saya jd bule2 yg luama di Bali, saya mau ngekos ajah ah
Taksi: lho memang banyak bule yang begitu, mbak.. mereka ngekos atau kontrak rumah. Ada yang ngontrak rumah selama setahun, nanti kalau ada teman mereka yang berlibur ke sini mereka sewakan rumah itu. Jadi bisnis juga untuk mereka
TaTa: hah?? Kok mereka gituuuu.. Astaga..ngirit jaya yah.. Di sini ngekos, trus kemana-mana naik motor sewaan.. ck ck ck ck..
Taksi: bahkan ada bule2 yang kerja juga. Mereka liburan di sini lama, kemudian promosi ke negaranya sana bahwa kalau ke Bali akan ditemani. Ya tentu saja mereka lebih laku daripada kita
TaTa: hah?? Oh my God.. itu kreatif atau apa yah namanya
Taksi: ya pemerintah kita juga lemah..tidak melindungi..membiarkan saja. Jadi, kita ini saingan juga sama turis, bukan hanya melayani turis
TaTa: lagian orang Bali itu baik-baik sih ya, Pak.. paling nggak itu yang saya rasakan. Ga kayak di Jogja yang udah creepy suasananya..dimana-mana ada tulisan “awas copet”. Nah, di sini rasanya damai. Karena orang2nya relijius kali yah, Pak.. Hari ini aja semua tutup.. (hari itu bertepatan dengan hari raya Kuningan)
Taksi: soal aman sih lumayan bagus. Perampokan juga agak jarang. Soalnya kalau sampai Bali ga aman, bisa bangkrut Bali karena turis tidak mau datang. Pabrik nggak ada, pertanian juga sedikit saja
TaTa: waaa… tapi kl bule-nya terlalu kreatif dari pengiritan jaya sampai bisnis gitu.. jahat juga yah sebenarnya..
Taksi: ya mau gimana lagi, mbak.. pemerintah membiarkan..
TaTa: tapi sebenarnya pemerintah ga segitu jahatnya yah.. jalanan di sini buagus..sampai ke pelosok tebing pas mau ke Karma Kandara tadi, mulus.. Cuma kurang di bagian perlindungan itu tadi yah.. pemerintahnya setengah-setengah

Nah.. sekarang aku jadi mengerti kenapa suka ada harga tiket yang berbeda antara turis domestik dan asing. Dulu aku bertanya-tanya untuk apa pembedaan itu, “kan kasian bulenya..kayak dipalakin”. Sekarang aku berkata: memang sudah seharusnya bule itu diperas, mereka kan sumber devisa negara. Hohoho…
Selain ‘pemerasan’ terhadap bule, rasanya aspirasi Pak Ketut Selamet, supir taksiku tadi, perlu diperhatikan dan diberikan jalan keluar. Ya masa penyedia jasa wisata lokal musti bersaing sama bule-bule 'kreatif' itu. Kalau aku nyalon gubernur Bali maka aku akan mengeluarkan kebijakan pelarangan2 untuk bule: bule ga boleh ngekos, bule ga boleh berkeliaran naik motor sendiri, bule ga boleh nyari duit di bali.


Sesampai aku di bandara Soekarno Hatta, aku menuju ke pool Damri untuk menuju blok m (dulu aku slalu naik taksi, tp sekarang sudah tak begitu manja lagi, #pengetatanbudget). Dan, di bangku tunggu..ada 2 pasang bule aja dunk..sedang nunggu bis damri juga. Tambah lagi deh peraturan kalau aku nyalon presiden: BULE GA BOLEH NGIRIT! Dan tentu saja: PEMBANGUNAN HARUS MERATA, SARANA-PRASARANA harus bagus dimana-mana, KORUPSI DIBERANTAS HABIS2AN (biar jalan kayak di Pangandaran sebagus pemasukan dari bidang wisatanya) *melebar kemana-mana*


Karena MP

Karena MP menutup layanan blog nya dan menyediakan fasilitas perpindahan isi MP ke Blogger dan Tumblr, maka jadilah blog ini..

thank you, MP.. *kiss

Tuesday, May 22, 2012

Ragil Suka Foto-Memfoto

 

…adekku yang usianya 6 tahun itu…

 

Dari jaman kecil dulu kan dia memang suka sekali difoto. Kalau sedang menangis, lalu diajak berfoto, maka dia akan kembali ceria. Segala pose foto dia ahlinya. Pokoknya dia sukaaaa difoto!

 

Nah.. Ternyata kali ini ada yang berubah: dia suka mengambil foto!

 

Seminggu kemarin aku kan pulang ke rumah. Beberapa kali mendapati dia ngambek, bersedih hati dan hal lain yang ujungnya adalah menangis. Awalnya aku tak begitu paham bahwa obatnya adalah memberikan hape ke dia. Hingga akhirnya beberapa kali terbukti bahwa memotret dapat menyembuhkan kemurungannya.

Dia suka memfoto apa saja, tapi tidak asal. Dia beneran mencari objek gitu lho...dari pemandangan sampai manusia-manusia. Setelah jepret, dia akan melihat hasilnya, kemudian meminta pendapat orang. Dan aku hampir slalu berkata “bagus!”, karena memang bagus. Sambil kadang-kadang sok memberikan saran “jangan kelihatan tiang listriknya…” dan sejenisnya. Pokoknya biar dia bersemangat.

Nah.. Ini adalah hasil foto yang membuatku ternganga. Kok kerreeennnn…?! Satu, aku kaget kok dia bisa memotret seperti itu. Dua, aku kaget ini kan cuma pake kamera hape! Hapeku yang uzur pula!

 

 

Hingga aku akhirnya berkata “Waaa.. Dede’ berbakat yaaa fotografi.. Tar mbak Tata beliin kamera yah..”. Dan dia “sekarang?” dengan antusias. Tampangku langsung mendatar “Ya enggak sekarang dunk… Nanti kl Dede’ sudah besar..”. Dan dia juga mendatar.. L

 

Tapi yah yang pasti, sekarang kalau pergi-pergi sama dia, bisa dimanfaatkan untuk fotoin kitaaaa ^o^ *kakak oportunis*

ummmhh.. Ada yang mau jadi mentor adekku? Biar fotonya ga miring-miring gitu...

 

Sunday, May 6, 2012

Aku Cinta Jakarta

 

 

Aku pernah bilang bahwa aku merasa Tuhan memanjakan aku. Kadang Tuhan iseng sih godain aku, tapi itu tak lama, habis itu manjain lagi. Aku juga sudah menjadi kebal ketika ada yang berkomentar “Wah..Jakarta tidak menempamu. Padahal konon kehidupannya keras”.

 

Beberapa waktu lalu aku membaca tulisan di link ini, tentang betapa jahatnya Jakarta, betapa tak masuk akalnya juga hingga membuat si penulis “lama-lama takut tinggal di Jakarta”. Aku tidak menyangkal bahwa itulah Jakarta. Sebelum ada tulisan itu, aku telah (sering) mendengar ada teman yang dihipnotis di dalam bis kota hingga raib handphone nya atau tentang teman yang dibekap dua orang dan satu orang lain mengaduk-aduk isi tasnya, di pinggir jalan raya di pagi hari. yak, inilah Jakarta.

 

Dan yang akan kuceritakan ini pun terjadi di Jakarta.

Cerita 1

Kemarin aku akan menonton film bersama bocah-bocah, maka sebelum berjumpa di bioskop, aku mampir dulu di swalayan untuk membeli sesuatu. Setelah memilih-milih sebentar, aku putuskan untuk membelikan bocah-bocah itu sumpit untuk pemula yang luchu desainnya dan mudah digunakan (jaminan langsung bisa menyumpit bakso yang bulat itu!). Segera setelah mengambil sumpit-sumpit itu, aku menuju kasir yang sedang melayani bapak-bapak yang belanjaannya banyaaaakk sekali. Sambil menunggu dia dilayani, aku menonton Happy Feet yang diputar di layar TV di belakang mbak kasir. Mataku tertuju ke depan, tanganku memegang 3 sumpit. Tiba-tiba sumpitku diambil sama bapak tadi dan disodorkan ke kasir ketika belanjaan terakhirnya sedang di-scan. Aku kaget dan memandang si bapak. Dia tersenyum dan “let me pay them”. Aku ga mau dunk. Dia entah siapa, apa motivasinya pula. Dan dia tetep ngotot meminta si mbak kasir menyertakan sumpit itu ke daftar belanjaan dia. “Please, let me. I know they’re for children. I love children.”.  Dan aku hanya bisa “Are u sure?” dan “ya udah deh..”, kemudian “aku beli yang lain juga aahh.. haha..”, becandain dia. Kata dia “oh silakan.. Tapi ini tetep kubayarin yah..”.

 

Bayangkan! Aku berjumpa manusia asing nan baik hati yang membayari barang yang kubeli, di pusat Jakarta. Di sebuah tempat yang lebih sering dipenuhi oleh orang yang saling skeptis dalam diamnya. Bahkan aku pun sempat bertanya-tanya nyaris curiga. Dan selama transaksi di kasir sekejab itu dia crita kalau dia tinggal di Jakarta sendiri sedangkan anak istrinya di Amerika sana. Ketika kutanya apakah dia sering melakukan itu, bayarin belanjaan orang? Dia bilang “enggak juga. Kebetulan saja aku tau km beliin untuk anak-anak”. “It does inspire me. Thank you”, aku bilang gitu sebelum pisahan.

 

Cerita 2

Pagi ini cuaca Jakarta begitu gloomy. Ketika aku berangkat kerja, mendung berangin pertanda akan hujan. Kemudian, ketika aku akan turun dari bis untuk ganti bis lain, hujan sudah turun dengan serunya. Aku adalah manusia tanpa payung. Maka aku mengeluarkan blazer dari dalam tas dan menutupkannya ke kepala. Aku tau akan tetap basah, tapi lumayan lah untuk menunda kekuyupan sampai aku berteduh di 711 terdekat.  Tiba-tiba ada payung di atas kepalaku berbarengan dengan suara dari samping kiriku “Barengan saja, mbak..”. Aku memandang si mbak itu, “Terima kasih.. Mau naik bi situ juga?”. Dan dia mengiyakan. Maka berjalanlah kami berdua di bawah payungnya. Aku tersentuh oleh tindakannya. Kalau mau dibilang kecil atau biasa saja, aku kira tidak. Banyak pejalan kaki berpayung lainnya yang lewat, sebanyak yang tanpa payung dan menutupi kepalanya menggunakan tas mereka sebagai usaha melindungi diri dari hujan. Namun, gadis muda itu memayungi aku.

 

Dari dua cerita itu, satu saja kalimatku: Aku cinta Jakarta, aku suka tinggal di Jakarta ^^