Monday, October 17, 2011

[aku mengenang Bapak sebagai] Pawang Anak

 

…yang aku dengar…

 

Sedari aku dan adekku lahir, Bapaklah yang bertugas untuk merawat kami. Dimulai dari memandikan, menyuapi hingga imunisasi ke Puskesmas. Ibuku yang tidak bagus kondisi jantungnya memang dikondisikan untuk tidak mendapat jatah pekerjaan yang sekiranya berat. Jadi, tugas ibuku adalah menyusui anak-anaknya.

 

Bapak sangat sayang dan perhatian pada anak. Makanan pertama yang aku makan adalah bubur jagung yang mana tepung jagungnya ditumbuk sendiri oleh Bapak, kemudian memasaknya. Jadi dari jagung yang wujudnya masih berbonggol-bonggol itu hingga menjadi bubur halus yang bisa dimakan bayi, Bapak lah yang mengolah.

 

Tiap kali waktu imunisasi tiba, maka Bapak akan membawa aku dalam gendongannya ke Puskesmas untuk disuntik. Dan ketika aku sudah beradikkan D’Dika, maka D’dika digendong sedangkan aku dituntunnya. Kata ibuku, “Bapak ga pernah merasa risih diliatin orang-orang.. Bapak tak peduli kalau ada suara ‘laki kok imunisasi anak’. Saking sayangnya Bapak ke Ibu dan anak-anak..”.

 

Tiap kali anaknya sakit, maka Bapak akan sangat panik. Seringkali Bapak akan berkata “De’.. Sakitnya kasih Bapak saja..biar Bapak yang merasakan sakitnya..”. Dan, entah bagaimana (ibuku menyatakannya sebagai kekuatan doa), sakit kami suka berpindah ke Bapak. Salah satu contohnya adalah sakit gatel D’Dika. Ketika akhirnya sudah berpindah ke Bapak, gantian Bapak yang  tak bisa tidur karena gatel “Ya ampun, Bu.. ternyata gatelnya kayak giniii..pantesan Yayang (panggilan D’Dika) rewel banget…”.

 

Sayang Bapak ke anak, tak hanya ke anak-anaknya saja, tapi ke semua anak. Mungkin aku sudah pernah cerita tentang ini. Bahwa di jaman aku masih kecil, mungkin umur 5 tahun, masih marak dan wajar ada orang menawarkan anaknya. Waktu itu ada ibu-ibu muda menawarkan anak-anaknya dari rumah ke rumah. Bapak tentu saja tersentuh dan tergerak untuk mengasuhnya. Bapak merayu-rayu Ibu, “Ayolah Bu.. kasian.. itu yang gedhe seumuran Tata, yang kecil seumuran Yayang. Kasian mereka..”. Ibuku yang merasa tak pernah bisa mengasuh anak, tak ingin menambah beban Bapak. Bapak tak menyerah “Satu aja yah kalo gitu..ga usah dua-duanya..”. Kemudian Ibu berkata, “Pak.. Niat Bapak menolong itu bagus, tapi kebayang nggak kalau nanti semua anak sudah besar. Kalau ternyata nanti yang cewek jauh lebih cantik dari Tata gimana? Atau yang cowok lebih pintar dari Yayang gimana? Kita harus memikirkan perasaan masing-masing anak..”. Dan akhirnya Bapak menyerah, menggagalkan keinginannya ‘membeli’ anak :)

 

..yang aku lihat…

Sejak aku bisa mengingat, aku sudah melihat ada anak lain di rumah selain adekku.  Di rumah kami slalu adaaa saja anak yang dititipkan. Entah itu saudara, tetangga atau anaknya teman. Sejak aku kecil aku sudah terbiasa momong anak kecil. Bapak menularkan kesayangannya kepada anak-anak kepada kami.  Setiap pulang sekolah, Bapak pasti sudah menjemput bayi saudara atau tetangga untuk dibawa ke rumah. Kemudian kami libatkan dalam segala aktifitas kami. Pernah beberapa kali, aku dan Bapak dan bayi pergi ke kaki gunung Merapi , naik truk, untuk ambil pasir :)

Kadang, anak-anak itu diajak menginap di rumah. Eh sering dink.. ^^

Rumah kami selalu ada anak-anak. Baju-baju anak selalu ada.

Kalau kenaikan kelas, Bapak suka mengajak kami semua piknik untuk merayakannya. Kalau liburan panjang dan kami sekeluarga mudik ke rumah nenek, suka diajak juga. Pokoknya sudah dianggap keluarga sendiri.

 

Ketika aku SMP-SMA, sepulang sekolah aku suka mampir ke tempat temannya Bapak atau Ibu untuk menjemput anaknya, kubawa ke rumah. Bayangkan pake seragam sekolah, gendong anak, naik bis. Luchu yah.. Nanti main di rumah, malamnya atau esok harinya kami kembalikan ke orang tuanya. D’Dika juga begitu. Dialah yang bertanggung jawab atas selera musik anak-anak itu ^^

 

Biasanya anak-anak itu akan mulai ‘lepas’, ketika sudah mulai besar dan kebutuhan mainnya meningkat. Kadang sedih sih.. Psstt..aku suka sering menangis sendiri ketika ada anak yang beranjak besar.  Sedangkan Bapak..aku nggak tahu sih gimana perasaannya, kami tak pernah membicarakannya. Tapi yang pasti Bapak tak pernah mengungkit-ungkit, apalagi mencatat siapa saja yang pernah dimomongnya ^^

 

Ketika Bapak berpulang, ada beberapa anak yang tentu saja sekarang sudah besar  datang ke rumah. Ada yang masih kuingat ada yang enggak. Ibuku yang selalu bilang ke Bapak memberitahu siapa yang sedang berdoa untuk Bapak. “Pak.. ini Sani, Pak..”. Nah, Sani ini adalah anak yang kami ajak main sejak dari lahir. Kami sayaaang sekali ke dia. Dan mungkin jodoh mungkin juga kebetulan, tanggal lahirnya sama dengan Bapak. Bapak ada di sana saat Sani lahir, dan Sani ada di samping Bapak ketika Bapak berpulang. Kata Mama-Papanya Sani, “Sani mewakili Mbak Tata mendampingi Bapak”.  Pas aku ketemu Sani, aku peluk dia, aku berterimakasih ke dia. Bohong kalau aku bilang aku tak iri ke dia, tapi aku bersyukur karena Bapak pergi didampingi semua yang Bapak sayangi dan sayang Bapak. D'Dika berulaaang kali bilang "Banyak yang sayang Bapak.. Banyak banget..."

 

 

Jadi, jika sekarang aku tumbuh menjadi pawang anak. Dimana gampang ajah anak-anak untuk lengket sama aku, ya itu berkat Bapak.

Dulu jaman aku mulai naksir cowok, ibu pernah bilang “Kalau liat cowok, jangan lupa lihat bagaimana dia bersikap ke anak kecil”. Aku bingung, dan Ibu melanjutkan “Lihat Bapak…”. Dan aku tahu yang Ibu maksudkan. Kasih sayang seseorang ke anak-anak, ke anak kecil, itu tak bisa dipalsukan. Ketika kita bisa menyayangi anak tanpa membedakan dia siapa, maka tak akan jadi masalah apakah nanti kita memiliki anak atau enggak.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

 

 

......Bapak, Tata kangen....

13 comments:

  1. mantab!

    semoga yg pada buang anak kelak tidak langsung buang melainkan menawarkannya ke org2 seperti kita.. [kesian anak2 yg dibuang -_-;]


    hmmm tapi emang jarang loh aku lihat cowo yg pawang anak gitu. cewe pun gak banyak. yg banyak tuh cewe2 yg melahirkan anak sehingga otomatis mengurus bayi yg dilahirkannya.

    ReplyDelete
  2. wah bapak tata keren...
    aku tak begitu suka anak2...anak2 yg suka aku :|

    ReplyDelete
  3. padahal yah bisa 'menularkan' sesuatu itu menentramkan lhoh.. mendengar "Jasmine sekarang kl mau buang sampah baca dulu lho tempatnya (kering, basah atau pecah belah)... ngikutin Tata katanya..", itu menentramkan.. ^^

    ReplyDelete
  4. dan kamu membiarkan mereka bertepuk sebelah tangan, Di?

    ReplyDelete
  5. tak lah, aku temenin mereka bermain kok...dgn hati gondok tentu saja, tapi tenang...tak terlihat di mukaku yg selalu tersenyum :)

    ReplyDelete
  6. ooohh... alah bisa karena biasa, Di... akan sampai hari dimana hatimu tak gondok lagi.. ^^

    ReplyDelete
  7. gue juga.

    tau kenapa. maksud gue, apa body languange gue yang menyebutkan rejection membuat mereka, para berondong itu, semakin tertarik sama gue?

    ReplyDelete