Sunday, October 31, 2010

Sushi..Makashi..

Tentang bertahan di angka itu.

 

Okay.. Aku sebenarnya bukan orang yang sangat peduli pada berat badan. Ketika temanku yang sudah beranak, lebih tinggi dari aku, tapi berat badannya di bawah aku, aku biasa-biasa saja. Tidak termotivasi untuk menurunkan berat badan. “Aku pernah ko di angka itu juga..dulu jaman SMA”. Hingga suatu ketika aku diberi tempat duduk di busway oleh mbak-mbak yang tidak lebih muda dari aku. Dan itu terjadi dua hari berturut-turut. Aku tidak jompo, aku tidak disable, aku tidak sakit, tapi ada yang memberikan bangkunya ke aku. Mencurigakan bukan? Maka aku berkaca, benar-benar berkaca, sebadan penuh. Dan kudapati bentuk badanku seperti perempuan yang sedang hamil muda. Hwuaaa… Aku langsung mencanangkan gerakan menuju angka itu, angkaku ketika SMA.

 

Best practice-ku adalah seorang teman, wanita 40 tahun, tinggi 165cm. Dia berhasil menurunkan berat dari 95 kg menjadi 60 kg dalam 4 bulan! Metode yang dia pakai: no carbo at all dan fitness tiap hari. Karena aku tidak sedahsyat dia, jadi yang kucontek yang cara makannya saja.

 

Maka, aku 3 bulan penuh tidak makan nasi dan berat badanku hilang 4 kg. Aku berhasil mencapai angka itu! Yippieee..

 

Nah untuk maintenance yang kulakukan adalah:

-          Pagi minum seduhan kayu manis

-          Makan nasi beras merah ¼ porsi

-          Minumnya kopi atau teh tawar

-          Menghindari yang manis-manis

-          Naik tangga, bukan lift

-          Jogging sesekali (sering kalah sama film..hehehe..)

 

 

Godaan selalu ada: mesin kopi di kantorku rusak selama seminggu. Akibatnya aku harus membuat kopi sendiri. Dan awalnya tak sengaja aku memasukkan gula, diikuti krim. Dan rasanya tu enaaaakkk bangeeettt.. Maka selama seminggu itu aku minum kopi enak. Trus janjian sama temen di dankin, minumnya latte. Trus kondangan, trus ada yang ulang tahun juga. Pokoknya aku mulai melanggar aturanku. Dan awal minggu kemarin aku naik ke timbangan, dan angkaku naik 1 kg! Hadudududu..

 

 

Tidak bisa didiamkan!

 

 

Tapi menepis godaan itu susah ya.. Aku tetap makan ‘sembarangan’ ^^

 

 

Hingga wiken kemarin. Hari sabtu pagi aku bangun dan langsung minum kopi pahit. Trus lanjut bantuin teman kerja seharian dan keasikan hingga tak makan siang, hanya 2 gelas moccachino saja. Sadar-sadar sudah jam setengah lima. Dan sekalian untuk merayakan kekelaran kerjaan, kita makan sushi. Setelah perut dibiarkan kosong seharian, makanan yang kuberikan ke perut adalah sushi. Yep..pilihan yang aneh dan sangat salah.

 

 

Selesai makan sushi, aku mulai merasakan mual. Tapi malam masih panjang, aku masih harus nonton monolog Kucing-nya Butet bareng MCPM. Dan sebagai tata karma, kutemani beliau makan dulu. Demi menghilangkan mual, kupikir kuminum teh tarik saja. Selesai nonton ternyata partner nontonku ini jumpa fans dulu. Dari yang awalnya berdiri saja, eh salah satu fans bilang “Sambil duduk dan ngopi saja yuk..”. Dan karena ni partner sudah opa-opa, ga mungkin kutinggal pulang kan? Tanggung jawabku masih satu: antar dia pulang. Maka duduk-duduklah kami di kafe TIM21 (buat yang sudah lama tidak nonton di TIM21, ada kafe-nya lho..). Dan untuk menghilangkan mual, kuminum teh panas.

 

 

Mari kita total konsumsi kafeinku: pagi kafein, siang kafein 2 porsi, kemudian 2 porsi kafein dari teh. Selain kafein itu, yang masuk ke perutku adalah sushi. Sempurna. Overdosis kafein + salah menu.

 

 

Akibatnya perutku ga enaaaakkk bangeeett..bermasalah gitu deh..muntah atas bawah ^^

 

 

Dan pagi ini aku naik ke timbangan: aku sudah kembali ke angka ituuuu! Turun 1 kg! Yeay!

 

 

Memang, selalu ada hikmah di tiap peristiwa >_<

 

 

 

Buat yang punya target menurunkan berat bedan sekilo, inilah tipsnya: hajar perut dengan kafein dan sushi atau makanan lain yang salah ^^

 

*elus-elus perut yang rata*

 

Wednesday, October 27, 2010

Tak Sembarang Komparatif

Hati-hati dengan kata ‘lebih’

 

Ingat kan aku pernah tersinggung dengan kalimat perempuannya mantan lelakiku yang menyatakan bahwa ciuman dia lebih dalam dan lembut dariku? Ketika dia menyatakan itu, dengan kata lain dia mengatakan bahwa ciumanku tidak sedalam dan selembut dia, tapi (ternyata) bagusnya adalah bahwa ciumanku juga dalam dan lembut. Fufufu..

 

Di kerjaanku yang sebelum ini, aku sempat beberapa kali harus mengurus ijin storyboard iklan obat bebas ke Badan POM. Aturannya itu yah..masya Allah. Salah satunya adalah ‘tidak boleh menggunakan kalimat komparatif atau superlatif’. Jadi, di iklan obat bebas/ suplemen tidak akan ada klaim “lebih bagus” atau “lebih manjur” apalagi “yang terbaik”. Karena itu artinya menjelekkan produk lainnya. Mungkin maksudnya adalah menjaga etika beriklan. Dan ditambah dengan aturan2 lainnya, maka pengajuan persetujuan storyboard itu bisa menjadi sangat mem-frustasikan dan tentu saja laaaaammmaaaa…karena musti revisi berkali-kali (kok jadi curhat…).

Komparatif adalah hasil dari membandingkan.

Contohnya:

Eugene tinggi badannya 176 cm, Henry 179 cm. Kita bisa bilang:

Henry lebih tinggi dari Eugene. Atau

Eugene lebih pendek dari Henry.

Terasa bedanya? Pada kalimat pertama, kita menyatakan bahwa dua-duanya tinggi, namun Henry lebih tinggi. Pada kalimat kedua, kita menyakan mereka berdua adalah pendek. Dimana tentu saja itu tidak pas. Yak an?^^

 

Jadi ketika kubilang Rokkap lebih busuk daripada RKP, itu bukan artinya RKP bagus, tapi dua-duanya busuk. Atau ketika kubilang Tera Patrick lebih gedhe daripada Jupe, bukan berarti Jupe kecil kan? ^^

 

Nah, pagi ini aku baca timeline twitter (hehehe..lagi-lagi dari twitter). Ada satu orang yang baru ku-follow beberapa hari. itu pun karena dia adalah my new online buddy di MP (karena dia pake ID-nya bukan nama). Ku lagi blogwalking, dan nemu tulisan dia dan kocak kocak kocak. Ku sukaaaaa banget cara dia nulis. Aku ga tau sama sekali siapa dia, tapi kusuka tulisannya. Jadi ku-add lah dia. Beberapa hari berikutnya, ada yang retweet dia, ku tengok, eh namanya sama kayak nama di MP. Maka ku follow lah dia.

 

Dan di antara banyak twit tentang hari sumpah pemuda, twit dia adalah yang langsung membuatku mengernyitkan dahi. “heh? Ga salah ni?”. Berikut bunyinya:

"Good morning tweeps! Hari Sumpah Pemuda ya. Mari buktikan kita tidak lebih bego dari pemuda 82 tahun yang lalu. :)"

 

Kerasa apa yang ga sreg?

 

 

 

Kerasa atau kerasa banget?

^^

Maka langsung kunyatakan ke dia bahwa aku tidak sreg dengan kalimat itu. Dan dia langsung membalasnya dengan

sbnrnya maksudnya supaya malu dengan generasi dulu yg pintar. Maaf kalo tata bahasanya kurang bagus :(“

 

Dan aku bilang bahwa diksinya aja yang kurang tepat, karena ‘tidak lebih bego’ itu tidak sama dengan ‘tidak kalah pintar’. Ya kan? (seperti contoh2 kalimat di atas tadi). Dan dia seperti tercerahkan “Jreeeng! Bener juga, “tidak kalah pintar” harusnya. Maklum, maksudnya nyindir anak muda sekarang, malah salah…”.

 

Baguslah dia menyadari kesalahannya, meski sepele tapi artinya berat tuh.. Masalahnya yang dia bandingkan adalah generasi hebat di masa lalu yang tanpa twitter tanpa fesbuk tanpa iklan besar2an di tivi tanpa baliho tapi bisa ngumpul dan beraksi nyata.

 

Tapiiiii… Mari kita baca lagi kalimat dia “Maaf kalo TATA bahasanya kurang bagus”. DIa ngatain aku berbahasa kurang baguuuuusss… Tidak terima tidak terima tidak terimaaaaa….

 

^o^

 

 Selamat hari sumpah pemuda.. Mari mulai dengan sumpah nomor 3! ^^

 

Cups..!




Liat HS-nya Jonaz yang baru (arca), ku jadi inget ciumanku yang ini..

Venue: Kampus ITB (Pasar Seni ITB 2010)
Time: 10-Oct-2010. 16.50 WIB
Photo by: Abhu

dan berasa jadi cium Jonaz gini.. fufufu..

Tuesday, October 26, 2010

Simple but a Noble Attitude

@aMrazing and @justsilly, thank you...  

 

Crita tentang sentuhan yang kurasakan semalam.

 

Tiga malam lalu, aku baca timeline twitter dan ada re-twit tentang seorang bayi di RS Harapan Kita bernama Fakhri yang membutuhkan darah bergolongan O negatif, segera.

 

Everything happens for reasons kan? Nah, begitu pula dengan dibuatnya aku membaca twit (di antara buanyak twit dan buanyak waktu), itu di malam itu.

 

Sebenarnya, aku agak skeptis dengan reliability peredaran info semacam itu. Ini hasil trauma dari email dan SMS si..dimana seringnya ternyata infonya sudah kadaluwarsa. Kita pernah ke PMI Pusat demi mendapat SMS berantai tentang ada orang yang butuh darah A. Dan pas sampai sana, tak ada empunya. Pas runut balik asa SMS, mentok. Dan yang paling parah adalah tentang himbauan membantu bayi-bayi terlantar, dan ternyata itu email sudah beredar dari tahun 2005. Kebiasaan orang adalah: maen asal forward tanpa baca dulu, trus menghilangkan historis emailnya. Jadi kita tak bisa runut itu email awalnya dari siapa ke siapa hingga akhirnya ke dia. Tapi pas dikonfirmasi atau ditanya lebih lanjut ke si pengirim email/SMS ke kita itu, dia ga bisa jawab. Jadi, kasarnya apa gunanya dia forward kan?

 

Dan aku beberapa kali mengalami itu. Jadi wajar dunk kalau aku agak skeptis.. ^^

 

Jadi ketika aku baca twit dari @aMrazing itu, aku seolah ingin “Mari kita buktikan keakuratannya”.

 

Golongan darahku adalah A, tapi aku berteman dengan teman-teman yang doyan donor darah dan tentu saja ada yang golongan darahnya O. Jadi, sekali lempar 2 burung kena: ku mau selidiki keakuratan twit sekaligus menolong jika ternyata benar.

 

Tapi, nomor telfon yang tercantum di twit itu terpotong. See? Nampak asal ritwitnya kan? ^^ Maka ku-reply ke @aMrazing dan @justsilly untuk menanyakan nomor telfon yang bisa dihubungi. Kutunggu satu jam, dua jam, tiga jam tak ada balasan. Dan aku makin berkata “SEE?!”, in capitals ^^

 

Dan barulah besoknya ada balasan dari @justsilly. Dia memberikan nomor telfon papanya Fakhri. Maka aku segera mengirim SMS ke beliau apakah masih membutuhkan darah, not responding. Selain itu aku memberitahu temanku si O tentang ini dan dia langsung telfon papanya Fakhri. Dan ternyata temanku tidak bisa mendonor karena dia O positif.

 

Aku tersenyum malu ke Tuhan, karena Dia tidak membiarkan aku berada di gua ke-skeptisan. Dengan peristiwa ini, Tuhan ingin bilang “jangan generalizing, jangan stereotyping, jangan labeling”. Tapi Tuhan kayaknya ga puas hanya dengan membuatku senyum.

Semalam, ada SMS masuk dari nomor tak bernama. Isinya adalah

Innalilahi wa inna ilaihi rojiun.

Kami atas nama keluarga bayi Fakhri mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian, bantuan, dan pengorbanan bpk/ibu/sdr/i untuk bayi kami, dari mulai lahir (jumat, 22 okt) hingga meninggalnya (selasa, 26okt jam 00.30). Niat untuk donor darah O negatif dari rekan-rekan semoga menjadi nilai ibadah pahala yang berlimpah. Manusia hanya berusaha sedang Allah swt yang berkehendak.

Wassalam,

 

Hendra Juliandri & kel

 

Dan serasa ada air es membanjir di dadaku. Bukan hanya karena Fakhri meninggal, tapi karena papanya ‘sempat-sempatnya’ kirim SMS ke aku, dan si O. Ibaratnya kan we’re totally strangers, trus kita ga donor pula, tapi dia menyimpan nomor kami dan menyampaikan gratitude-nya, apresiasinya ke kita, secara personal via SMS. Aku sa.ngat ter.sen.tuh atas itu. Betapa noble attitude yang dia miliki.

 

Jadi, aku berterimakasih kepada mereka yang bersatu dengan alam dalam mengembalikan kepercayaanku. Dan sangat berterimakasih ke papanya Fakhri atas teladan attitude yang wow ini.

 

*ambil tisu*

 

 

Thursday, October 21, 2010

Kopi Luwak Pertama

sulit untuk dinikmati.... Tiap tetes adalah berarti (mahal)”-testimoni

 

Aku suka minum kopi, walau tidak berani menyatakan sebagai pecinta kopi. Mulai suka minum kopi pun aku belum lama. Waktu kecil aku tidak dibiasakan minum kopi oleh ibuku, karena ibuku tidak minum kopi terkait jantungnya yang tidak bagus. Adekku jantungnya juga sepertinya agak aritmis, gampang sesak. Trus aku kan gampang kaget, jadi demi keamanan bersama ibuku tidak memberikan kopi kepada anak-anaknya. Serumah yang minum kopi hanya bapakku. Kopinya adalah kopi bubuk berbungkus kertas ukuran 5x6 cm, berjudul Kemiri Redjo.

 

Mulai kuliah, aku keluar dari rumah dan menjadi anak kos. Maka aku mulai tergesek oleh kebiasaan teman-teman yang suka ngopi untuk membantu begadang. Dan ternyata kopi tidak berpengaruh padaku kecuali meningkatkan gerakan peristaltik ususku sehingga menyebabkanku menjadi sangat mudah buang air besar. Sehingga aku tidak terlalu nge-fans sama kopi. Aku minum ketika aku sulit buang air besar. Tapi semenjak kerja, pandanganku akan buang air besar dan kopi agak bergeser. Kalau dulu aku minum kopi ketika sulit buang air besar, maka sekarang menjadi aku minum kopi untuk buang air besar. Aku tidak menunggu kesulitan, tapi aku tiap pagi berkopi demi kelancaran bersama.

 

Nah, untuk jenis kopi favorit, aku tidak memiliki. Ini lebih kepada sifat dasarku yang sangat lemah dalam bidang makanan. Lidahku tidak bisa membandingkan rasa. Jadi jangan tanya padaku “bakso di X sama di Y enakan mana?”, karena aku ga akan bisa jawab. Atau pertanyaan mendasar “Baksonya enak ga?”, itu pun ga akan bisa kujawab. Karena aku ga tau rasa. Banyak kebodohan dalam hal makanan yang kulakukan. Kalau rangkaian kalimat dari ibuku adalah “Tata tuh sering ya melakukan kedongokan yang mustahil terkait makanan” (dia pake kata 'kedongokan'!), sambil ketawa sampai nangis. Itu merujuk pada kebodohanku yang menurut dia dan teman2ku seharusnya sangat tidak mungkin dilakukan, contohnya aku ga bisa bedain makanan basi atau nggak (kecuali jelas2 ada jamur tumbuh), aku memakan alumunium kemasan kue dari India tanpa tau itu harusnya tidak dimakan, aku memakan pempek mentah tanpa tau harusnya digoreng dulu, aku makan nasi goreng ketumbar dengan lahap dimana yang lain sekali suap langsung lepeh. Dan itu semua kumakan dengan doyan-doyan ajah..

 

Jadi, kembali ke kopi, wajar dunk kalo aku doyan semua kopi tanpa bisa me-rating-nya. Karena bagiku rasanya sama semua ^^

 

You don’t know what u’ve got until it’s gone

Dikarenakan ketersediaan kopi bagiku selalu ada, aku tidak pernah kekurangan kopi, aku jadi menganggap dia biasa saja dalam hidupku. Kopi bagiku adalah rutinitas. Tiap pagi aku ngopi, siang ngopi lagi, kadang sore atau malam ngopi lagi. Tapi tak pernah satu kalimat pun yang kuucapkan bahwa aku cinta dia, apalagi kangen, lha tiap saat bisa berjumpa.. Hingga sampailah di bulan puasa.

Selama siang di bulan puasa, aku tidak pernah yang namanya lapar mata. Ya gimana mau lapar mata, lha ngerti rasa juga enggak to? Jadi kalau orang lain ngiler liat iklan sirop, aku si biasa aja. Kalau yang laen punya keinginan mau buka pake apa, aku si enggak.. Hingga aku mencium aroma kopi! Ough..!

Rasanya tuh ya.. Ummhh.. Buat yang sedang berkasih-kasihan atau pernah berkasih-kasihan, pasti bisa ngebayangin ini: tiap hari tiap saat kalian saling berbagi kasih. Bahkan kadang cuma SMS ‘thinking of u” . Trus salah satu bilang “Ko kita kayak orang addict gini yah?”. Trus saling menantang diri sendiri “aku bisa ga ngubungin kamu 24 jam ke depan!”. Dan dimulailah ajang kuat-kuatan ga menghubungi itu. Kebayang rasanya? Sakaw sesakaw-sakawnya! Handphone di genggaman tapi ga boleh nelpon ataupun SMS. Nah, yang kurasakan pas mencium aroma kopi di saat puasa adalah seperti itu. Ouwww… Sakaw beneran! Dan pas akhirnya bisa meminumnya, rasanya tuh dah kayak melayang dan melambung keenakan gitu, sama persis kayak pas puasa telfon kasih-kasihan itu.

Maka sejak itu aku lebih menghargai kopi dan menempatkan dia di posisi yang seharusnya: kubutuhkan dan kucintai.

Walau aku bilang aku cinta kopi. Tapi aku tetap tidak bisa membedakan rasa kopi. Apa saja asal kopi, yuk mari. Hanya saja sejak aku mencanangkan gerakan less sugar, aku minumnya kan kopi pahit, aku jadi bisa membedakan bahwa kopi manis itu jauuuuuhhh lebih enaaaakkk.. Itu kusadari pas secara tak sadar aku memasukkan gula dan krim ke kopiku, dan pas minum.. Wowwww.. enaaaakk.. Tapi enak yang membuatku merasa bersalah sesudahnya.. ^^

Jadi, walau orang-orang bilang kopi luwak itu enaaaakkk, aku ga ngiler sama sekali. Tapi ketika ada kopi luwak di depan mata dengan harga yang lumayan, apa salahnya mencoba kan? Maka bertempat di Salihara, pada hari Rabu 20 Oktober 2010, aku meminum kopi luwak bersama 2 orang teman.

Ketika kopi diantarkan ke meja, respon pertama kita adalah “lha? Ko segitu doank? Kirain se-mug” *kemaruk*. Trus aku berpikir, ko panasnya ga puanass yah? Trus trus ko ga ada aromanya yah? Ga ada wangi kopi yang melenakan gitu.. Tapi tetap berpikir positif dunk..aroma boleh ga ada, tapi rasa jangan dipertanyakan.. mungkin begitu.. Maka kuseruputlah.. Dan..

…….

……..

…….

……..

Aku merasa lidahku mengalami kemunduran lagi. Maka kuminta Marina mencobanya.

…………..

…………

……..

Kemudian Tanti. Sama saja. Tidak ada ekspresi keenakan atau kenikmatan.

Tata: kok..kok..kok… ga ada rasanya

Marina: kok..kok..kok.. gue ngrasa…. jauh lebih enakan ABC mocca yah? (sambil nahan ketawa)

Tanti: iyah.. kopi bubuk item biasa jauh lebih nikmat..

Tata: enakan kopi toraja

Tanti: kopi Aceh!

Tata: Ah..aku blum pernah ngupi aceeehh.. tapi aku percaya dia enak

Marina: gue si tetep..ABC paling nikmat

Tata: kapal api aja aromanya lebih ngilerin daripada ini (nunjuk kopi mahal itu)

Tanti: iya ih..

Dan kita bertiga melanjutkan banding2in kopi luwak itu dengan yang lain sambil ketawa ngakak..menertawakan diri sendiri yang memiliki lidah begitu murahan.. Kopi mahal ga berasa apa-apa..tapi sangat terpuaskan oleh kopi sachet warungan.. Hohoho..

 

Trus Tanti, “Eh, foto yuk..”

 

Monday, October 18, 2010

Being A Smart is A Must (Part I)

 

3 Hari untuk Selamanya aja kalah..”, komentar satu temanku atas ceritaku ini.

 

Warning: ini kutulis atas janji cerita ke seseorang. Dan aku ga bisa menyingkatnya, jadinya panjaaaangg.. Jadi, kubuat dalam beberapa Part yang per-part nya juga panjaaaaang.. ^^ Buat seseorang yang kujanjikan, WAJIB BACA YAH! ^0^

 

Awalnya ku tidak ingin cerita, tapi kupikir lumayan banyak hal dan pelajaran yang bisa dibagi, jadi kuceritakanlah ini.

 

Kamis, 30 September 2010

Semua ini diawali oleh undangan nikah dari salah satu teman terbaik dan terdekatku. Awal info yang kuterima tentang waktunya hanyalah Oktober. Entah bagaimana aku berpikir pernikahannya akan dilaksanakan di akhir Oktober, jadi aku santai-santai saja sampai lebaran. Beberapa teman sudah berencana untuk ikut kondangannya ke Semarang dan sekalian ke Karimun Jawa, sama seperti kondangan wisata tahun kemarin ke Malang dan sekitarnya. Nah, pas mau susun rencana, aku menghubungi si mempelai perempuan untuk menanyakan tanggal pastinya. Dan ternyata eh ternyata tanggal 2 Oktober ajah gitu, dan sebenarnya undangan udah dikirim via email dari jauh-jauh hari, akunya aja yang ga pernah cek email. Dudududu… Dan untuk itu, kita rasa terlalu mepet untuk menyusun rencana ke Karimun, termasuk urus cuti-ijin. Maka kondangan wisata gagal. Tapi aku tetep berangkat kondangan dunk..

Terkait dengan kado pernikahan. Aku dan seorang teman, berpikir dan berpikir mau ngasi apa. Pertimbangannya jelas: kemudahan membawanya, baik oleh aku dari Jakarta ke Semarang, dan juga oleh pengantin dari Semarang ke perantauannya di negara yang SBY tak berani datangi. Mikirnya lelet, tapi waktu jalannya tetep seperti biasa, hingga akhirnya udah mepet. Maka, diputuskan untuk memberikan sesuatu barang, standard dan biasa..maka dari itu kita mau buat spesial & personal di kartu ucapannya. Untuk keperluan ini, seorang teman dilibatkan lagi untuk mendesign kartu ucapannya. Intinya barang yang mau dikasih akan menyesuaikan dengan kartu ucapannya nanti.

Tanggal 30 September artinya H-2, walau kartunya belum jadi, tapi spesifikasinya sudah aja. Jadi, barang bisa dipesan. Nah, aku adalah manusia yang belum punya pengalaman sama sekali dalam hal ini, ditambah aku sangat buta harga. Sebagai gambaran seberapa buta harganya aku: aku pernah beli barang dengan harga 4 kali lipat dari seharusnya, tanpa curiga bahwa itu kemahalan. Trus seorang teman sampai berkata, “Kamu ga usah beli apa-apa lagi! Kasih aja duitnya ke aku, biar aku yang beli!”. Dan beneran gitu, pas terlontar kalimat bahwa aku pengen beli majic jar buat masak beras merah, dia tidak membiarkan aku membelinya sendiri. Pagi-pagi pas aku masih tidur, dimana aku belum bisa diajak komunikasi (apapun pasti akan kujawab ‘iya’), dia ke kamarku trus ambil duit dari dompetku, sorenya dia kembalikan dalam wujud majic jar warna ungu! ^^ Yak..separah itulah buta harga-ku. Soal kemampuan menawar? Jangan ditanya.. Nol besar, bahkan ga berani nawar..takut penjualnya marah.. =(

Kembali ke pemesanan barang. Aku datangi sebuah toko khusus barang itu pas udah sore. Seorang gadis pelayan menyambutku dengan ramah. Aku menyampaikan spesifikasi barang yang kupesan dan dia menunjukkan contoh-contoh bahannya. Setelah cocok dengan bahan-bahannya dan waktu pengerjaannya (harus jadi keesokan harinya), ku tanyalah harganya. Dia menyebutkan sebuah angka, dan aku langsung membayarnya, dia menyiapkan bon-nya. Pas itu ku baru kepikiran untuk menawar, “Mbak, ditawar boleh ga?”. Dan si Gadis berkata, “Ini udah murah, Ka..”. Oiyah.. Pun boleh nawar, ku juga ga tau musti jadi berapa.. ^^. Maka, transaksi diakhiri dengan tukar menukar duitku dengan bon pesanan.

Pas di jalan pulang, ku SMS temenku yang design bahwa pesanan sudah OK. Kemudian dia minta aku telfon ke tokonya untuk mengklarifikasi spesifikasinya, “Takut salah deh.. Coba telfon kesana”. Dan inilah awal dari cerita seru.

Telfon 1

Pengangkat telfon adalah si Bos yang kemudian menyerahkan ke si Gadis. Aku mengklarifikasi spesifikasi barang pesananku, dia mengiyakan dan memastikannya.

Setelah telfon ditutup, aku baru ngeh, ada satu hal penting lagi yang belum kusampaikan mengenai spesifikasi.

Telfon 2

Sekali lagi yang mengangkat telfon adalah si Bos. Kali ini dia enggan menyambungkan telfon ke si Gadis. Maka aku menitipkan pesannya. Kemudian,

Bos: Bu Tata, tadi pesannya harga berapa?

Tata: X rupiah

Bos: Bukan 1/2X?

Tata: Bukan.. X..

Bos: Bukan 1/2X, trus bu Tata nitip 1/2X lagi ke si Gadis?

Tata: Enggak.. Tadi harganya X, trus saya bayar X, lunas

Bos:  iya.. tapi harga sebenarnya berapa?

Tata: X.. (dengan nada bingung dan mulai ragu)

Bos: bukan 1/2X?

Tata: Bukan.. X.. (mulai kesel ditanya dengan pertanyaan yang sama berulang-ulang)

Bos: ya udah..

 

Sesampai di kantor aku sholat ashar. Selesai ashar, henponku sudah berlayarkan tulisan “2 miskol”. Tak lama berbunyi dari nomor yang sama:

Telfon 3:

Bos: Bu Tata ini dari toko tadi.. Saya bosnya Gadis. Saya mau tanya, ibu beli tadi dengan harga berapa? (nada galak khas suku itu..bukannya rasis yah..tapi khas.. Hehehe..)

Tata: X rupiah

Bos: Ibu yang benar.. soalnya si gadis bilang harganya 1/2X dan 1/2X nya lagi adalah sengaja dititip ke dia.

Tata: Gimana si? Saya ga ngerti..

Bos: ibu ada titip uang ke Gadis?

Tata: enggak.. tadi saya kasih duit lunas ke dia. Bon nya ada di saya

Bos: di bon ketulis berapa?

Tata: X

Bos: harga sebenarnya berapa?

Tata: X

Bos: bukan ½ X?

Tata: bukaaann… (bukan nada kesel, tapi ragu-ragu..takut aku yang amnesia)

Bos: bukan 1/2X, tapi ibu minta ditulis di bon X untuk di-klaim ke kantor ibu?

Jderrr! Mulailah terbuka mataku.. Bahwa ada rekayasa bon oleh si Gadis.

Tata: enggak. Saya beli dengan harga X, saya bayar sebesar X, lunas, dan di bon tertulis X. itu barang saya pesan untuk pribadi, nggak saya klaim kemana-mana.

Bos: (ke si gadis)..tuh Gadis! Dia bilang harganya X, ga ada itu titip2 uang ke kamu… dia buat untuk pribadi.. bla..bla..bla.. (pokoknya dia marah2 ke si Gadis, di kupingku)

Tata: Bu..bu.. Gini..pokoknya saya pesen barang, sudah saya bayar, saya mau jadi besok, dan akan segera saya bawa keluar kota. Sepertinya ada masalah antara ibu dan Gadis. Untuk itu saya ga mau ikut2an, saya hanya mau barang saya jangan sampai ga jadi besok.

Bos: ga gitu, Bu.. Masalahnya kalau sampai ketauan Gadis yang bohong, SAYA PECAT SEKARANG JUGA!

JGERRRRRR!!! Aku, yang tadinya ga mau tau, langsung dingiiiinnn di hati! Pyass…pyass.. Barangku selesai tepat waktu adalah satu hal, ku ga mau dilibatkan dalam masalah internal perusahaan orang juga satu hal, tapiiiii..ketika menyangkut nasib orang, dalam hal ini pekerjaan, membuatku merasa kayak kena serangan angina pectoris, kayak ada gajah mendadak duduk di dadaku. Walaupun jelas-jelas Gadis itu bersalah, dia berbohong, dia curang, dia mark-up harga ke aku tapi lapor ke kantornya separo harga, tapi kok aku ga tegaaaaa…

 

Tata: Duh.. Gini.. Saya sudah menyampaikan harga yang sebenarnya, dan ternyata yang Gadis laporkan adalah separonya. Ya udah..separonya lagi kembalikan saja ke saya. Dan anggap saja ini selesai..gimana?

Bos: ga bisa gitu, Bu… peraturan di sini ga gitu..

Tata: *sigh* Saya pesan barang, saya bayar, saya mau barang jadi besok tepat waktu. Untuk adanya masalah ini, saya nggak mau ikut2an. Tapi..saya pikir jangan sampai ke pemecatan..

Bos: Ga bisa, Bu..

Telfon dia tutup

Dan setelah itu masih ada 2 kali telfon dari 2 bos yang lain minta klarifikasi dari aku. Dan aku makin ga karuan karena ini adalah jelas-jelas masalah serius, bagi si Gadis.

Malam harinya, si Gadis telfon aku dengan 2 agenda: minta maaf dan minta bantuanku untuk menyelamatkan dia dari pemecatan. Dia mendikte aku tentang apa yang harus kukatakan ke bosnya. Yaitu: 1) aku meminta dia untuk me-mark up bon dan menitipkan uang ke dia; atau 2) aku memberikan uang seharga barang itu untuk dia. Posisiku adalah aku iba ke dia, tapi dia mendikte aku dan mendesakku untuk berjanji mengatakan itu. Sumpah, perasaanku ga nyamaaaannn banget! Aku kesel sama diriku sendiri karena membiarkanku diperlakukan begitu. Dan aku hanya bisa berkata, “Iya Gadis..aku pasti bantu..tapi tidak dengan kalimat kamu. Aku ga akan melawan kalimatku yang udah kusampaikan ke 3 bos kamu tadi”. Aku benar2 dalam posisi yang sulit. Lebih tepatnya (setelah kupikir sekarang) aku memposisikan diriku dalam posisi yang sulit.

Selanjutnya, aku kacau, nafasku beraaaaatttt bangeeettt. Kuputuskan untuk nonton, Resident Evil yang lumayan membuatku ketawa pas nonton. Sepulangnya, tampangku masih saja kacau. Kucritain ke temen di kosan, aku dimarahi mereka. “Kamu bodoh banget si?! Udah kamu ditipu harga, eh sekarang malah mau bantuin”. Trus kucrita lagi ke temenku yang pernah bilang aku naif, ga jauh beda, “Kamu sadar ga si dia itu orang jahat? Kamu mau bantuin orang jahat? Kamu tuh harusnya marah ke dia karena membuat kamu kayak orang yang suka korupsi! Kamu ga malu dianggap suka korupsi?”. Pengen aku teriak ke mereka, “Kalian ga tau rasanya siiiii… Rasanya menyebabkan orang kehilangan pekerjaaaaannn”. Itu beneran kuucapkan, tapi ga pake teriak. Dan mereka makin geregetan, “Ya itu salah dia! Bukan gara-gara kamu kalau dia dipecat! Nih ya..kamu tu pahlawan.. Kamu menyelamatkan orang-orang lain yang bakal dia tipu. Kamu menyelamatkan reputasi toko itu. Dengan dia mark up harga gitu, toko itu jadi terkenal berharga mahal, pelanggan akan kabur. Kamu aja buta harga jadi ga ngerti..buat orang-orang lain, mereka ga akan ke situ lagi.. gara2 orang jahat yang mau kamu bantu itu”. Aku masih bisa ‘membela diri’ dengan “Misal aku ga telfon ke sana kan si bos ga akan nanya ke aku tentang harga..dan mark up harga Gadis ga akan ketauan!”. Dan temen2ku makin semangat ‘ngroyok’ aku. Dan entah gimana, apapun perkataan teman-temanku malam itu ga bisa masuk ke otak dan hatiku. “Kasih aku kalimat lain yang bisa meringankan dadaku dunk..”. Dan mereka makin hopeless ama aku.. ^^

Sebelum tidur kubuat sebuah skenario tentang apa yang akan kukatakan esok hari, “Aku mau diem aja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.  Ambil, pulang, udah.”. Dan temanku yang mungkin sebenernya udah males ngomong lagi ke aku, “Emang mungkin kamu begitu? Mereka kan pasti nanyain kamu, kamu pasti harus ngomong sesuatu”. Au ah.. Dan kuputuskan untuk tidur.

Tapi tak bisa, karena aku harus packing dulu. Pilih-pilih baju untuk pergi kondangan. Dalam keadaan nafas seperti itu, musti pilih-pilih..hadududu..bawaannya pengen lempar2in isi lemari ke lantai ajah ^o^

 

Jumat, 1 Oktober 2010

Bangun tidur dengan keadaan masih berat nafas. Serasa ingin skip hari itu saja. Jalanku limbung, pandangan kosong, Otakku sibuk mikirin dan nyusun kalimat-kalimat. Ga asik banget dah.. HIngga akhirnya pas aku di bis, ada SMS masuk, “Ka.. Nanti kakak jujur saja sama Bos Gadis. Katakan yang sebenarnya tentang semuanya saja, Ka.. Bos Gadis sudah tau ko.. Maaf ya, Ka.. Tapi jangan bilang ke Bos kalo Gadis SMS dan telfon Kakak yah.. Makasih.. Gadis”. Kyaaaa… aku langsung sumringah! Gajah yang duduk di dadaku serasa langsung terbang entah kemana. Enteeeeeeeng bangeeettt.. ^^

Dan aku tersenyum kembali. Sesaat.

Habis itu aku mikirin, tampang apakah yang harus kupasang pas nanti aku ambil barang itu? Baik kepada si Gadis ataupun si Bos. Masa sumringah ini? Simpati? Tapi seperti apa tampang simpati itu? Atau aku menuruti kata2 teman2ku? Bahwa aku harus marah ke mereka? Tapi pasti feel-ku ga dapet..orang alasan kenapa aku harus marah aja belum masuk ke aku.. Trus sempat terlintas untuk minta tolong orang ambil barang itu saja, karena aku belum nemu tampang yang pas. Tapi trus ku berpikir, “lho ko lho ko malah aku yang takut gini..”. Ibarat kuis Who Wants to Be Millionaire, aku pilih phone a friend, minta ditemani. Tapi rupanya Tuhan pengen aku ga jadi manusia manja, maka Dia buatlah temanku tu sibuk ga bisa nemenin.

Dan berangkatlah aku ke toko itu seorang diri. Sesampai di depan toko, begitu si Gadis melihat aku, dia langsung berdiri dan hendak mengambil barangku. Dan refleksku adalah “Hai, Gadis..”, dengan sangat ramahnya. “Udah jadi kan?”, dengan tampang makin ramah. Gadis mengangguk, memegang barangku dan “Ambilnya di dalam ya, Ka..”. Ouw..ouw.. Aku dibimbing menuju kantor bos-bosnya. “This is it..”, pikirku. Jalanku jadi melayang-layang gitu..

Masuklah aku ke ruang itu, ada 3 bos. Gadis juga masuk dan langsung menutup pintu ruang. Sangat menegangkan.

Aku tidak berani memandang ke mereka. Aku ngomong ke Gadis lagi, “Boleh dibuka?”. Padahal sebenernya mana ku peduli itu barang wujudnya kayak apa. Hehe.. Tapi daripada harus memulai pembicaraan dengan para bos, mendingan aku jadi konsumen yang sok teliti. Aku berusaha membuka kemasan barang itu, tapi tentu saja tak bisa. Gugup bin salah tingkah. Si Bos sepertinya juga tak kalah salah tingkah. Mungkin dia membayangkan akan menghadapai pembeli yang normal, yang akan marah-marah (mengacu pada teman2ku yang emosi hanya demi mendengar ceritaku). Tapi ternyata yang datang adalah seorang aku, yang bodoh dan salah tingkah. Salah satu bos berkata, “Bantu bukain, Dis..”. Setelah dibuka, aku memberikan tampang puas, “Sip..sip..”. Barang dikemas kembali, diserahkan ke tanganku, dan aku bilang “Makasi..”. Aku balik kanan, kubuka pintu, dan aku keluar. Si Gadis mengikutiku. Sampai di luar, “Pamit ya, Dis..”.

Dan aku langsung pulang.

 

Aku tersenyum.

 

Tersenyum.

 

Semua berjalan sesuai skenarioku: tak ada kalimat apapun dariku.

 

Aku makin tersenyum, membayangkan ‘kekecewaan’ teman-temanku akan kejadian ini. Aku tau mereka mengharapkan aku berbuat ‘kehebohan’. Hohoho..

 

Beberapa jam berikutnya biasa saja. Sorenya aku hujan-hujanan dan bermacet-macetan menuju Stasiun Senen, tapi aku tersenyum. Barang-barangku tak banyak, hanya tas punggung dan tas tenteng kecil. Tas punggung untuk menggendong kado dan sendal, tas tenteng untuk baju kondangan. Cukup. Walapun aku adalah pembenci hujan, tapi hujan sore itu kusambut dengan senyum. “Efek hujan air ini ke moodku tak ada apa-apanya dengan apa yang kulalui 2 hari ini”. Aku tak berusaha berteduh, tak ngojek payung (aku ga punya payung), aku berjalan di hujan melintasi terminal Senen menuju Stasiun Senen di antara orang-orang yang berlari-lari kecil mengejar bus. Ya, aku berjalan dengan senyuman di hari yang hujan. Hebatnya lagi, aku biasa saja pada jumpliner ketika aku akan menukar online-receipt ku dengan tiket kereta. Setelah tiket kupegang, ku masuk ke stasiun, setelah sebelumnya Bapak penjaga pintu stasiun mengeceknya, “SENJA UTAMA, ke SEMARANG. Peron satu ya, Mbak.. SIlakan..”

 

…bersambung ke Part II..

 

Kenapa ku beri judul, ‘being a smart is a must’? Karena kupikir moral of the story untuk 2 hari ini adalah: andai aku pintar mengenai harga, maka aku akan tau harga wajar untuk barang yang kupesan itu. Maka aku akan mendapatkan harga yang reasonable dan aku tidak akan memberi celah untuk si Gadis me-mark up harga dan berbuat curang. Begitu.

 

 

Tuesday, October 5, 2010

Undertow (Contracorriente)_Inilah Cinta

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Romance

Warning: Panjang jaya, karena ini review pertamaku untuk film jenis ini (baca = gay), dan ini pun atas permintaan dari seorang teman (permintaan atau tantangan yah? ^^)


Dalam cinta selalu melibatkan kebesaran hati untuk menerima dan pengorbanan untuk bersatu.


Film apa yang membuat kamu menangis? Kalau ada yang menanyakan itu padaku bulan lalu, maka aku tidak akan bisa menjawabnya. Karena aku sungguh lupa film terakhir manakah yang membuat aku menangis, bukan hanya berkaca-kaca. Bahkan beberapa waktu lalu aku sempat membahas hal ini dengan seorang teman, betapa kami merindukan film yang membuat kami menangis. Kalau aku tidak ingat film apakah yang membuatku menangis, nah pada kasus temanku mendingan, dia ingat, dan film nya adalah Kuch Kuch Hotahai. Fufufu…


Tapi kemarau tangisku berakhir hari Selasa, 28 September 2010. Bertempat di Erasmus Huis, oleh film Undertow ini yang merupakan salah satu film yang diputar dalam Q! Film Festival (yep, festival film yang ditentang FPI dan didemo mahasiswa UI itu. Dudududu...).


*menghela nafas*


Film yang sangat menyentuhku hingga membuatku berderai air mata hampir di sepanjang film. Tak hanya mataku yang berair, hidungku pun ikut meler, tenggorokanku menyempit, dan nafasku jadi pendek-pendek. Sedahsyat itulah Undertow. Dan yang terpenting, bukan hanya aku yang mengalami efek itu. Partner nontonku, seorang lelaki, juga seperti aku, hingga kami dengan reflex, tanpa sungkan saling menyenderkan kepala, untuk saling menguatkan. Keluar ruangan, mataku merrraaahh..dan besoknya pas bangun tidur, sembab ajah.. ^^


*nafasku memberat lagi*


Film ini berkisah tentang cinta segitiga antara Miguel, istrinya dan kekasih gelapnya.


Miguel, seorang suami yang tengah menantikan kelahiran anak pertamanya, mencintai baik istrinya dan kekasihnya dengan sama. Konsekuensinya, Miguel harus bersembunyi-sembunyi jika ingin bertemu dengan kekasihnya. Miguel harus pura-pura tidak mengenal sama sekali sang kekasih di depan orang-orang. Sang kekasih gelap menerima keadaan ini, karena dia sangat mencintai Miguel. Hingga suatu hari, sang kekasih gelap secara kebetulan bertemu dengan istri Miguel di pasar dan membelikannya lilin untuk dinyalakan ketika sang bayi lahir nanti (sesuai adat setempat). Sang istri yang tak punya prasangka apapun, menerima dengan senang hati lilin tersebut. Namun, ketika Miguel mengetahuinya, dia menjadi gusar dan merasa terancam. Maka, Miguel bertengkar dengan sang kekasih gelap hingga dia memutuskan pergi dalam keadaan marah. Beberapa hari kemudian sang kekasih gelap muncul di dapur rumah Miguel dan hanya Miguel yang dapat melihatnya. Karena ternyata sang kekasih gelap telah mati tenggelam di laut. Dan itu terjadi dalam keadaan mereka saling kesal dan marah! (nyesss ga tuh?!)


Film ini ber-setting di daerah pesisir Peru, dimana menurut kepercayaan masyarakatnya, seseorang yang meninggal akan tetap bergentayangan hingga diadakan upacara penyerahan jasadnya ke laut. Upacara biasanya dipimpin oleh keluarga terdekat, disaksikan oleh pendeta dan warga. Kemudian pemimpin upacara tadi akan membawa jenazah ke tengah laut dan menceburkannya. Nah, berkat kepercayaan itulah film ini menjadi begitu sangat mengiris-iris perasaan.


Ketika mendapati kekasih gelapnya berada di dapur rumahnya, tentu saja Miguel panik luar biasa. Namun ketika sang istri keluar dari kamar dan bersikap biasa saja, Miguel bingung. Sang kekasih pun bingung karena orang-orang tidak ada yang menyadari keberadaannya, kecuali Miguel. Dia hanya ingat, dia marah, dia pergi ke laut, kemudian dia jatuh, dan selanjutnya ketika ke daratan tak ada yang melihatnya. Miguel langsung mengerti bahwa kekasihnya telah mati, namun karena belum diadakan upacara maka arwahnya masih ada. Miguel berjanji akan mencari jasad kekasihnya dan mengadakan upacara untuknya.


Ingat bagaimana ekspresi Jake Sullivan (Avatar) ketika untuk pertama kalinya dia mengendalikan avatar? Bagaimana begitu excited-nya dia mendapati jari-jari kakinya bisa digerakkan, bahkan dia bisa berjalan dan berlari. Terbayangkah bagaimana perasan dia? Nah, sekarang bayangkan perasaan Miguel. Sekian lama dia menyembunyikan kekasih sejatinya, harus diam-diam jika menemui, harus menekan rasanya, dan akhirnya dia dapat tampil di publik dengan kekasihnya. Ekpresi Miguel ketika pertama kali keluar rumah, berjalan bersebelahan dengan kekasihnya, wow..!! Awalnya dia masih canggung, ragu karena tidak yakin dan tidak percaya akhirnya dia dapat melakukannya. Kemudian tangan mereka bersentuhan, dan akhirnya saling terkait. WOW..!! Efek dari adegan itu adalah: serasa ada air es dialirkan ke dada, tenggorokan berkontraksi, mata membanjir. Bersanding dan berkasih-kasihan dengan orang yang dicinta adalah dambaan semua orang, begitu juga Miguel. Tapi hal itu terwujud, ketika kekasihnya sudah meninggal. Damn.. Ada yang lebih menyedihkan dari itukah?


Kisah selanjutnya bukan hanya tentang usaha pencarian Miguel akan jasad kekasihnya, dimana dia harus menyelam di laut yang tidak jernih, secara manual, tiap hari. Bukan hanya tentang suka cita pelampiasan mereka berdua yang selama ini terpasung cintanya. Tapi juga tentang masalah yang timbul ketika orang-orang menemukan banyak lukisan telanjang dia di rumah sang kekasih dan mulai menggosip. Istri yang terpukul mendapati suaminya membagi cinta, keluarga yang menjauhinya, dan diperberat dengan dilema ketika dia menemukan jasad kekasihnya. Di satu sisi dia bersyukur akan penemuan itu, tapi dia juga sedih karena itu berarti kebersamaannya dengan sang kekasih akan segera berakhir, untuk selamanya.


Pengiris-iris perasaan berikutnya adalah ketika akhirnya Miguel membuat pengakuan ke istrinya bahwa apa yang digosipkan orang-orang adalah benar. Bahwa dia mencintai kekasih gelapnya, Santiago, bahwa mereka menjalin kasih. Terpukulnya seorang istri yang sedang hamil mendapati suaminya berbagi cinta dengan yang lain, sudah menyesakkan dada. Sekarang tambahkan bahwa yang lain itu adalah lelaki. Jleb jleb jleb! Bagaimana selanjutnya Miguel mengambil sikap antara memilih bersama dengan kekasih sejatinya yang berupa arwah atau meyakinkan kembali sang istri yang hamil tua; antara cinta yang sejalan dengan desire vs cinta tulus pada jabang bayi dan ‘iming-iming’ status sebagai lelaki sejati, adalah pembuka keran air mata yang lain.


Film tentang gay bagiku hampir selalu mem-pyas-kan dada. Bagaimana mereka berjuang demi sesuatu yang murni, tulus, namun dianggap terlarang. Menutupi identitas sebagai gay adalah hal yang sangat sering terjadi, kemudian klimaks atau konfliknya adalah ketika rahasianya terbongkar. Hancurnya perasaan orang sekitar yang tidak siap akan kenyataan, terpuruknya si pelaku gay karena merasa telah mengecewakan, adalah kombinasi pakem pemancing emosi. Dan jebolnya emosi adalah ketika semua pihak mau mengerti dan menerima yang terjadi.


Santiago bersabar dan menerima bahwa cintanya pada Miguel harus disembunyikan dari istri dan masyarakat. Dia ikut berbahagia ketika Miguel dengan gembira menceritakan hasil USG bayinya. Dia tidak protes ketika Miguel terpaksa bercinta dengan sang istri, di depan matanya (saat jadi arwah tentu saja..)


Miguel menerima peran sebagai suami dari seorang istri perempuan dan kekasih dari seorang lelaki. Dua hal yang benar-benar tidak bisa dia pilih. Berdiri tegaknya dia dan tegapnya jalan dia di depan masyarakat setelah semua orang tahu bahwa dia gay, adalah penerimaan terbesarnya akan egonya selama ini yang selalu ingin bersembunyi.


Istri Miguel menerima kenyataan bahwa suami yang dicintainya dan mencintainya adalah seorang gay. Dia menerima hinaan dan pandangan sinis dari tetangga-tetangga. Adegan dia pergi ke rumah tetangga dengan menggendong bayinya dan berkata “jangan sampai aku mendengar kalian ngomongin SUAMIku lagi!”, sudah tentu penyumbang banjir air mata dan sesenggukan.


Mama Santiago tidak hanya harus menerima kenyataan bahwa anaknya adalah gay, tapi juga tewas, dan memiliki permintaan terakhir untuk diupacarakan penyerahan ke laut oleh Miguel. Sedangkan hal tersebut bukanlah kepercayaan keluarga mereka.


Pada intinya film ini ingin menyampaikan bahwa cinta adalah penerimaan yang disertai kebesaran jiwa.


Kekuatan film ini adalah pada ekspresi dan kesederhaan kata-kata. Tanpa kata kita bisa tau emosi dari masing-masing orang. Kita dapat merasakan betapa bimbangnya Miguel, betapa hancurnya perasaan sang istri dan betapa sedihnya Santiago ketika harus pergi. Ceritanya lambat tapi tidak bertele-tele. Musiknya minim, tapi dramatis. Penggabungan unsur budaya lokal dengan ide cerita utama adalah pintar dan berhasil (selain upacara penyerahan jasad ke laut, lilin untuk bayi juga berperan dalam mengombang-ambingkan perasaan)


Dan dari sekian banyak film bertemakan kisah cinta gay yang sudah kutonton, baru inilah yang menguras air mataku dan membekas di benakku. Dan seandainya QFF mengadakan voting film terbaik pilihan penonton, sudah pasti aku memilihnya!


Aku tidak akan merekomendasikan film ini untuk ditonton atau tidak, karena mungkin akan ada beberapa adegan yang membuat tidak nyaman. Aku sangat mengerti bahwa tidak semua orang bisa menonton dua pria berciuman dengan sangat passionate dan akhirnya bercinta, di pasir pula ^o^


Tapi jika ternyata ada yang menonton atau berminat menonton, mari..kita berbagi..dan menangis bersama.. ^^