Tuesday, January 19, 2010

Rumah Dara_Kewajaran yang Memuaskan

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Action & Adventure


“Please feel free to scream”. Itulah kalimat yang diucapkan oleh entah Timo entah Kimo (ku gat au mana yang siapa.. mahap…) sebelum pemutaran film ini pas openingnya Iinafff November tahun kemaren. Dari kalimat itu nampak bahwa film ini bertujuan untuk membuat penontonnya teriak sampai tenggorokannya luka. Dan tujuan itu berhasil. Tenggorokanku luka.


Jaman aku kuliah dulu, ketika hidup terasa begitu berat karena ujian terasa gagal, begitu keluar ruangan pengeeeen banget lompat sambil teriak sekenceng2nya. Temanku menyarankan bungee jumping. “Dijamin dah stress ilang. Atau kalau ga, ke Dufan aja naek tornado. Lo bisa teriak semau lo, ngumpat sesuka lo. Habisannya pasti lega ”. Begitulah, salah satu pelepas stress, peringan sesak di dada adalah teriak sekenceng2nya, lepas adrenalin sebanyak-banyaknya.


Dan itulah yang kurasakan ketika menonton Rumah Dara.


Inti ceritanya adalah pembantaian di sebuah rumah yang dimiliki oleh seseorang bernama Dara.


Dara memiliki 3 orang anak yang sedari kecil sudah diajarkan bagaimana mematikan, menusuk tubuh manusia. Sehingga menyakiti orang adalah hal yang sangat wajar bagi mereka. Itulah sebabnya mereka sekeluarga dapat dengan santainya, biasa aja, tanpa rasa bersalah apalagi berdosa untuk membunuh orang, termasuk bayi, kemudian memotong-motongnya atau mengawetkannya. Kita yang melihatnya akan menilai apa yang mereka lakukan adalah kejam, sadis, tak berperikemanusiaan. Itu karena kita tidak terbiasa dengan hal seperti itu. Lain halnya dengan mereka yang sudah melakukannya sedari kecil, itu biasa ajah. Sama seperti seorang anak yang dari kecil ‘diajari’ membuang dahak sambil jalan, maka sampe tua dia akan melakukannya dengan santai tanpa rasa bersalah. Padahal bagi orang lain itu adalah suatu hal yang jorok abis.


Nah, karena keluarga Dara tidak dibekali dengan rasa bersalah untuk melakukan pembunuhan, maka segala macam kekejaman untuk membunuh dapat mereka lakukan. Senjata yang digunakan mulai dari gergaji mesin, kemudian ada pedang, panah, pisau. Pokoknya apa pun bisa dipakai untuk melumpuhkan lawannya. Dan yang tidak ketinggalan adalah sesuatu yang dapat membuat orang tidak sadarkan diri. Kubilang ‘sesuatu’ karena memang tidak diperlihatkan, apakah itu berupa serbuk kimiawi, larutan anestetik, atau jampi-jampi lainnya. Tapi, justru dengan tidak diperlihatkan begini membuat nilai film ini bertahan. Karena, kalau diperlihatkan aku akan dengan sangat skeptis meragukannya, terkait dengan onset dan mekanisme kerjanya ^^ Jadi rangkaian menghilangkan kesadaran orang dan segala macam cara untuk menghilangkan nyawanya ada di sini. Dan jangan lupakan tentang tanpa keraguannya. Yang penting adalah tujuan mereka tercapai: mendapatkan tubuh manusia, organnya, untuk kemudian dijual.


Akan nampak membosankan dan monoton jika film ini hanya menampilkan adegan bius- ikat-bunuh, bukan? Nah, untuk itulah ada 2 orang yang terhindar dari pembiusan. Dan dua orang inilah yang semakin menganekaragamkan pemandangan untuk teriak. Bagaimana Sigi dan ArioBayu yang sedang beristirahat di kamar, kemudian harus menghadapi teror Dara dan anaknya, benar-benar membuat kita menahan nafas. Dan ketika Sigi harus melahirkan sendirian, dihilangkannya teriakan Sigi justru membuat kita ikut merasakan nyeri.


Akan sangatlah menyiksa jika film ini hanya menyediakan jasa pemicu teriak. Selain itu, efeknya akan berbeda dengan efek yang diberikan oleh tornado atau bungee jumping. Karena ketika kita naik wahana di Dufan, selain teriak kita juga tertawa-tawa, entah menertawakan apa. Begitu bukan? Nah, film ini sama seperti wahana-wahana di Dufan itu: membuat kita teriak sekencang mungkin kemudian tertawa-tawa. Ada tawa menertawakan diri sendiri, ada juga tawa karena mendengar orang tepuk tangan. ”Apaan si ni? Ko tepuk tangan..”, walau mengeluh dan mempertanyakan, tapi ketawa karena kocak.. Saat kita mengantri tornado maka kita suka mendengar umpatan-umpatan membahana bersumberkan mulut-mulut orang yang sedang dibolak-balik di atas sana. Suasana menonton film ini juga begitu, orang-orang begitu terhanyut dan terbawa arus kebencian pada sosok Dara sekeluarga sehingga penonton ikut memaki dan menyemangati pahlawannya. ”Bunuh! Bunuh! Gergaji aja! Gergaji ajah!”, kurang lebih itulah yang kudengar dari tetangga-tetanggaku (dan kayaknya termasuk aku... haha..)



Kewajaran adalah salah satu hal yang mendapat nilai paling tinggi di film ini dariku. Wajar karena masuk akal. Mengapa Dara sekeluarga begitu terobsesi membunuh orang terasa wajar, karena mereka punya pelanggan fanatik yang sampai-sampai plat nomor mobilnya adalah D 461 NG. Mengapa mereka ga risih dan ragu membunuh, sudah kubahas di atas, karena mereka terlatih sejak kecil. Mengapa sekelompok orang itu bisa ’terundang’ ke rumah itu, masuk akal karena salah satu karakter di situ adalah penyuka wanita, ingin nampak hebat di depan wanita. Dan yang menempati urutan teratas dalam hal kemasukakalan adalah: darah yang keluar dari leher yang ditusuk. Konde menusuk tepat di aorta carotis, dan darah yang keluar adalah benar-benar darah yang hitam dan kental, menggelegak. WOW! Urutan kewajaran berikutnya adalah adegan jambak-jambakan. Walaupun tetanggaku menggerutu (atau mengumpat yah?) ”Yah...males deh ujung2nya jambak2an juga.. Kayak gini nih kalo cewek berantem. Bikin ilfil ajah.. Abis perang gergaji lha kok kembali ke gaya kelahi klasik!”. Tapi bagiku itulah kewajaran yang sejatinya. Ketika senjata sudah tidak di tangan tapi perkelahian harus tetap dilanjutkan, apalagi kalau bukan saling jambak to? Itu sangat sangatlah natural ketika 2 perempuan berkelahi bukan?


Sama seperti dukun yang memberikan jasa aborsi, mereka tersembunyi tapi diketahui dengan baik oleh pelanggan-pelanggannya. Sama seperti makelar-makelar gadis di kampung-kampung, mereka mengetahui apa yang dimau oleh pelanggannya, mereka tahu bagaimana menyajikan dagangannya agar lebih meyakinkan dan lebih memiliki daya jual. Satu kewajaran lagi disajikan atas foto-foto korban yang disatukan menjadi katalog.


Kembali ke tornado, ketika tornado berhenti berputar-putar dan kita dipersilakan turun, tampang apakah yang nampak? Tawa dan senyum bukan? Nah, begitu juga ketika selesai menonton film ini. ”Gila ni orang yang buat..”. Bahkan komentar yang keluar pun sama antara habis naik tornado dengan nonton film ini.


Untuk semua kewajaran yang disajikan, untuk kelengkapan efek yang dihasilkan, dan untuk senyum yang tersungging ketika lampu dinyalakan, aku berikan 4,5 bintang. Akan menjadi 5 seandainya tidak ada Aming. Tapi in the spirit of appreciation, ku kasih bonus setengah deh... Genap 5 kan? (terasa obral bintang ga? Hihihi...)




Psssttt… Aku punya satu rahasia! Ketika lampu menyala, aku berkata ke sebelahku “Boleh ga si aku sujud syukur karena diberi kesempatan menonton film ini sekarang sehingga ga perlu nunggu tar Januari?”. Cukup jelas bukan bahwa menonton film ini benar-benar memuaskanku? Seandainya aku tidak mendapat tiket nonton pas opening inaff itu, maka kemungkinan aku baru akan menonton sabtu kemaren. Maka mungkin komentar yang keluar dariku adalah sama seperti kalimat para pengantin baru yang sok bilang menyesal atas perkawinannya, ”Nyesel! karena kenapa ga sedari dulu gua ngrasain ini!”.


^o^


33 comments:

  1. cacam-cacam, mengerikaaaan...
    huaaaa semoga besok sampe di palembang...

    ReplyDelete
  2. yang tinggi itu Timo (suaminya Sigi).... dan yg pendek kacamata itu Kimo,ta... :))

    'D 461 NG'... TATA SPOILERRRRRR!!!!

    pas scene itu gw bener2 ngakak jaya... gokil emang nh Mo Bros :D

    pokoknya mnonton Rumah Dara tuh... ENAAAAKKK KHAAANNNN?

    ReplyDelete
  3. Obsesi jadi yang pertama yak? Hohoho..

    ReplyDelete
  4. maklum, pengunjuk di rumahnya Tata kan rame, sekali2 jadi yang pertama bangga juga kita hehehe

    ReplyDelete
  5. Ooohh... Timo=Tinggi. Okay... Naahh.. Sekarang kulupa yang ngomong yg mana.. Hahaha... Habis mereka berdua ada di depan, ngomongnya gantian.. Jadi pas bagian itu mulut siapa yang bergerak ga gitu nampak... Hohoho..


    Masa si cuma memunculkan 'D 461 NG' ku dibilang spoiler pake 6 R dan 4 tanda seru?! Ga semua orang ngeh tau ama bagian ituuuu... Kalo aku si ngakak plus geleng2 kepala...amiiiiitttt..kepikiran ajah gituh buat plat nomer begitu! Eh, itu nentuin setting Bandung dulu baru mikirin plat nomer itu atau dah nemu plat nomer cantik itu duluan makanya dibuat setting Bandung yah? ^o^

    ReplyDelete
  6. Hahaha... Aku lebih bangga dan berbunga ada yang ngomong begini.. Nih kukasih mwah! ^o^

    ReplyDelete
  7. Seruuu.. Tapi kata Mumu (mahap ga bisa kasi link..ga tau caranya kalo pake henpon..hihihi..), kalau orangnya penakut bisa2 muntah dan stress kalo nonton ini.. Jadi kontraindikasi film ini adalah mereka yang takut (darah) dan gampang jijik..

    Sebelum balik ke londo, sempatkanlah untuk berkunjung ke Rumah Dara! Kalau butuh pendamping, aku akan dengan suangat senang hati melakukan nya!

    ReplyDelete
  8. wuihh ndakkk..
    nonton kekejaman kolonel miles di avatar ajah dah syereemmm hehe.. untung kamu temenin ;)

    ReplyDelete
  9. Makanya tar ku temenin lagiii.. Seru kooo.. Mengagumkan! Yuuks..

    *padahal aku yang pengen.. Haha..*

    ReplyDelete
  10. Kenapa, Di? Ketemu satu lagi pecinta Dara? Haha.. Ku biasa aja ko.. Ku tetep mau Nine dulu tar malem.. Yuuks..

    ReplyDelete
  11. kalo kamu jambak-jambakan gimana Ta? menang mana Rahwana sama Sri Rama?

    ReplyDelete
  12. Sumpah ku deg2an buat mengemukakan pendapat ini... Secara PinTer ama RD punya penggemar fanatik.. Hohoho...

    Gini...

    PinTer itu kuat di critanya, wow dikapitalisasinya, darah2nya di akhir aja kan? Trus permainan emosinya 'hanya' sampai tahap nafas tercekat. Naaahhh... RD dari segi crita lebih simpel, tapi darahnya di mana-manaaaaaa! sepanjang film, dan itu bener2 WOW! Jejeritan dah, Jo.. Tadinya aja judul bahasa indonenya mau DARAH, karena kita bakalan bener mandi darah.. Se.ri.us.

    PinTer = smart and brilliant. RD = tornado. Hohoho...

    Ga mau sekalian minta dibandingin sama Air Terjun Pengantin, Jo?

    ReplyDelete
  13. kalo sama insanitarium itu gmana? aku ntn itu aja ud teriak2, mual2, merinding ta, kalo lbh kejem kyknya gk berani dah..

    ReplyDelete
  14. Hadoooohh... Jangan minta banding2in dunk... Tonton ajah.. Seru ko... Beneran! Anggap aja uji nyali... Hahaha..

    ReplyDelete
  15. Besok mulai serentak di 21, XXI, Blitz! Buruaan! Tar ga kebagian jamuan ibu Dara lho.. ^o^

    ReplyDelete
  16. waduh, beda jauh sama reviewnya Ardi....

    ReplyDelete
  17. Ya karena standard kami berbeda.. Sifat kami berbeda, secara aku kagetan..nonton White Out yang dataaaaarrr ajah aku tereak, trus Spy Next Door aja pake tereak..

    Nah..kebayang kan bagaimana ketika nonton ini? LU.KA tenggorokan!

    Dan aku sangat mudah terpuaskan! ^o^

    ReplyDelete
  18. hahhaa....yang jelas boring parah ini film, ngantuk berkali2 aku, ngelirik cewe yg make rok sangat mini disampingku jauh lebih menarik hahahaha

    ReplyDelete
  19. Memang suasana dan partner nonton itu cukup berperan dalam meresapi tontonan.. Coba yang di sebelah kamu bukan mbak dengan rok mini, melainkan aku..dijamin ngantuk kabur! Haha..

    Tapi seriusan kamu ngantuk?? Itu mah parrraahh!

    ReplyDelete
  20. iya ngantuk...hahaa
    dan itu kenapa pulak kepencetnya bintang 5/...geezzz

    ReplyDelete
  21. Brarti emang pada dasarnya kamu pengen ini berbintang 5, Di... Hahaha...


    ReplyDelete
  22. emang seruan nonton di inafff karena semua penontonnya sakit semua. hahahaha

    ReplyDelete
  23. Mmm tp tetep slasher jawara pintu terlarang kyknya mbk. Iya gak sih?

    ReplyDelete
  24. pintu terlarang bukan film slasher. mohon dicatat. itu film drama thriller/suspense/ribet

    ReplyDelete
  25. @ candra: yang bikin nonton pas inaf lebih seru bukan orang2 yang nonton, tapi film nya..

    @ hani: tanpa liat genre, PinTer emang lebih ok.. Tontonlah dan buktikanlah..

    ReplyDelete