Tuesday, November 13, 2007

Le Grand Voyage

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Sutradara: Ismael Farroukhi
Produksi: Jive
Bahasa: Inggris, Perancis, Arab, Bulgaria

Di suatu kota di Perancis tinggallah keluarga muslim keturunan Arab Maroko. Keluarga inti terdiri atas ayah, ibu dan dua orang anak lelaki. Tapi sang ayah telah bercerai dari sang ibu. Anak sulung tinggal bersama sang ayah dan anak bungsu tinggal bersama sang ibu dan keluarga besar lainnya. Sang ayah yang tlah berusia lanjut ingin melaksanakan ibadah haji, dengan mengendarai mobil. Tadinya si anak sulung yang dia minta untuk mengendarai mobilnya. Namun, dia tertangkap polisi dalam keadaan mabuk sedang menyetir, sehingga SIM nya dicabut. Oleh karena itu tugas menyetir jatuh ke tangan anak bungsu.
Hubungan antara anak bungsu, bernama Reda, dengan sang ayah kurang baik. Hal itu nampak dari ekspresi Reda ketika mendapati ayahnya ada di rumah ketika dia pulang. "Apa yang dia lakukan di sini?" Tanyanya pada sang ibu. Kemudian sang ayah dengan singkat dan jelas, dalam 2 kalimat, melimpahkan tugas menyetir ke Mekah kepada Reda. "Kakakmu pagi ini mabuk dan tertangkap polisi sedang menyetir dan SIM nya dicabut. Aku sudah terlalu tua untuk menyetir, maka kamulah yg menggantikannya."
Setelah ayahnya pergi, Reda bersumpah pada ibunya bahwa dia tak akan mau melakukannya. Karena dia mau ujian masuk universitas dan tidak mengerti apa urgensi dan makna dari haji. "Apa-apan ini? Kenapa tidak naik pesawat saja?" Namun, walau begitu atas dasar hormat dan (mungkin) takut pada sang ayah si Reda akhirnya mulai membaca peta juga.

Sepanjang perjalanan sekitar 5000 km lintas negara tersebut, walau minim percakapan antara mereka berdua, kejadian demi kejadian muncul silih berganti menguji kekuatan hubungan ayah dan anak itu. Reda, yang setengah hati melakukan perjalanan itu, memilih untuk diam untuk menunjukkan kekesalannya. Sang ayah pun tak berusaha untuk memecahkan kesunyian itu namun tetap menunjukkan sikap bahwa dialah yang berkuasa atas perjalanan tersebut. Maka penentu tunggal mengenai dimana harus berhenti untuk istirahat, apakah tidur di mobil atau di hotel adalah sang ayah.

Kombinasi antara keras kepala, mudah tersinggung, dan harga diri yang terlalu tinggi untuk minta maaf pada diri kedua ayah-anak itu menghadirkan konflik-konflik yang sarat dengan permainan emosi. Hubungan awal yang memang kurang begitu baik dan keengganan Reda untuk melakukan perjalanan itu, merupakan unsur penambah kerumitan konflik yang muncul dan proses berbaikannya.

Meminta maaf adalah hal yang sulit dilakukan benar-benar menonjol di film ini. Kata maaf hanya satu kali terucap oleh Reda ketika dia membuat ayahnya marah karena dia membawa perempuan dari nightclub di Turki ke kamar hotelnya. Kata maaf itu pun diucapkan disertai dengan membawa-bawa agama, karena sang ayah bersikukuh tidak mau memaafkan pada awalnya. Emangnya di agama Papa tidak ada istilah maaf?

Proses ’berbaikan’ pasca berseteru di film ini sangat realistik. Bukan berbaikan yang berupa adegan minta maaf dan diakhiri dengan pelukan dan tepuk bahu. Pada perseteruan pertama akibat salah jalan, proses damai ditandai dengan Reda yang mengucurkan air saat sang ayah mau cuci tangan. Dan sang ayah menerima tawaran berbaikan Reda dengan mengucurkan air juga ke tangan Reda. Pada saat Reda protes tindakan ayahnya yang memberi sedekah saat mereka hampir kehabisan uang, sang ayah memulai berbaikan dengan menyodorkan potongan roti tawar ke Reda. Proses berbaikan yang sangat wajar terjadi antara dua orang dengan sifat keras kepala dan ego tinggi seperti mereka.

Nilai ajaran Islam dimunculkan tidak dengan serta merta dan menggurui. Penyampaian nilai itu dilakukan melalui tanya jawab antara Reda dan sang ayah yang sesekali terjadi. Seperti ketika mereka berdua terjebak dalam salju di Kroasia, dengan kesal Reda menyampaikan bahwa dia tidak bisa memahami jalan pikiran ayahnya yang mau pergi haji. Apa yg Papa pikirkan si? Sampai bela-belain kaya gini hanya untuk ke Mekah trus kenapa ga naik pesawat aja?. Sang ayah menjawabnya dengan sederhana tanpa disertai kutipan ayat-ayat Al Qur’an. Jawaban yang pasti akan mudah dimengerti oleh Reda dan ’Reda-Reda” yang lainnya yang menonton film ini.
Adzan yang diperdengarkan 5 kali di film ini, bukan tanpa maksud tertentu, bukan hanya sebagai backsound religius. Melainkan sebagai jawaban atas pertanyaan mengapa adzan harus dalam bahasa Arab?kenapa tidak dalam bahasa lokal saja? Toh tujuannya mengundang orang untuk sholat kan? Di negara manapun, bahkan di suatu tempat yang untuk berkomunikasi saja sulit karena perbedaan bahasa, ketika adzan yang berbahasa Arab itu berkumandang, semua orang akan mengerti bahwa itu adalah ajakan sholat.

Selain perbedaan bahasa yang digunakan orang-orang yang ditemui, pengecekan dokumen perjalanan di tiap perbatasan negara menjadi unsur penegas/pendukung bahwa Reda dan ayahnya melakukan lintas negara dalam perjalanan besar itu. Namun agak terasa janggal ketika mereka tertimbun salju di dalam mobil dan membuat sang ayah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit di Sofia. Sedangkan di setting negara yang lain tidak ada satu pun yang sedang musim dingin/salju. Adegan tersebut mungkin dimaksudkan untuk memberi kesan dramatis karena menunjukkan aral yang harus dilalui untuk menunaikan ibadah haji itu begitu beratnya. Dengan adegan itu juga nampak kepanikan Reda saat mendapati ayahnya demam tinggi. Pesan moral bahwa keinginan yang kuat atas dasar keyakinan untuk menjalankan perintah Allah dapat mengatasi rintangan juga tersampaikan. Rasa sayang Reda pada ayahnya pun terlihat ketika Reda menuruti permintaan ayahnya untuk mengambil buku doa yang ada di dalam laci mobil yang ditinggal di luar kota, mengingat di antara mereka tidak dan tidak akan pernah saling berucap kata i love u. Namun, sekali lagi sayang harus agak dipertanyakan mengenai keberadaan musim salju tersebut. Selain itu, proses bagaimana Reda memanggil taksi untuk membawa ayahnya ke Rumah Sakit juga patut dipertanyakan, mengingat dia tidak lagi memiliki telepon genggam setelah telepon itu dibuang oleh ayahnya di suatu kota di Italy.

Pesan moral bahwa bisikan dalam hati atau feeling atau insting tidaklah selalu benar juga dicoba untuk disampaikan oleh film ini. Muncul dua orang ’penyelamat misterius’ ketika mereka tersesat di hutan dan ketika mereka tertahan di suatu perbatasan. Dua ’penyelamat’ yang ditanggapi dengan kecurigaan. Bahkan salah satunya sempat dituduh mencuri uang sang ayah, yang pada akhirnya diketahui bahwa uang itu tersembunyi di bawah jok mobil.

Penyelipan sedikit unsur komedi terasa pas, tidak merusak jalannya emosi yang mengalir. Celoteh tiada henti dengan bahasa yang tidak dimengerti dari orang di pinggir jalan saat ditanya tentang arah jalan cukup dapat menyegarkan suasana. Saat Reda mengeluhkan makanan yang hanya telur dan roti dengan dalih dia butuh makan daging agar berenergi, dengan serta merta sang ayah menukar kamera Reda dengan seekor kambing. Saat Reda menanyakan apa maksud sang ayah membawa kambing beserta mereka, katanya kau ingin makan daging?! Adegan selanjutnya saat Reda secara tidak sengaja melepaskan kambing yang akan disembelih juga pas untuk mengundang tawa.

Toleransi juga merupakan unsur yang ingin disampaikan. Sang ayah adalah muslim yang taat. Di manapun dia berada dia selalu menjalankan sholat: di padang pasir, di rerumputan. Namun demikian dia tidak memaksa Reda untuk sholat juga. Begitu pula saat sang ayah membaca Al Qur’an di dalam mobil, Reda juga tidak menyatakan keberatannya. Saat mereka berdua bertemu dengan konvoi rombongan haji lainnya (dari Mesir, Syiria, Sudan, Libanon, Turki, Arab Saudi, Kairo) dan membuat semacam perkemahan bersama, hanya Reda lah yang tidak sholat. Tapi, tak seorang pun yang mempertanyakannya terlebih mengecapnya sebagai pendosa.

Unsur percintaan selalu menjadi bumbu dalam suatu kisah. Di Le Grand Voyage ini, dikisahkan salah satu penyebab keengganan Reda ikut ke Mekah adalah dia tidak ingin berpisah dengan kekasihnya yang bernama Lisa. Namun, dia tidak ingin ayahnya mengetahuinya. Maka dia tidak menjawab telfon saat Lisa menelpon dan ayahnya ada di dekatnya. Sang ayah tentu saja bagaimanapun juga tahu akan hal ini. Dia menginginkan konsentrasi Reda ada pada perjalanan itu. Maka, sang ayah membuang telepon Reda di tong sampah saat Reda tidur dan ’menyita’ foto Lisa. Dan ketika akhirnya mereka sampai di Mekah, sang ayah mengembalikan foto tersebut. Reda mengekspresikan cinta dan rindunya pada Lisa dengan menuliskan nama Lisa di pasir saat dia menunggui ayahnya sholat. Namun, hal tersebut dapat bermakna lain. Yaitu bahwa Reda mulai melepaskan Lisa dan dia mulai menemukan ’cinta sejati’. Menulis di atas pasir diibaratkan wujud dari perasaan yang ingin melupakan. Karena apa yang tertulis di pasir akan terhapus ketika angin bertiup. Dan pada saat tersebut Reda mulai mengalami pengalaman rohani berkaitan dengan penemuan ’cinta sejati’.

Penemuan ’cinta sejati’ digambarkan dengan teramat samar, sangat jauh dari blak-blakan namun justru itu menjadi realistis. Pada saat menginap di tengah padang pasir, Reda bermimpi dia melihat sang ayah menggembalakan kambing dan melewatinya. Saat Reda memanggil-manggilnya, sang ayah tak menggubrisnya dan semakin berjalan menjauhinya. Dan perlahan-lahan dia terhisap ke dalam pasir. Saat dia terbangun, dia segera memandang berkeliling mencari sosok ayahnya. Dan dia menemukan ayahnya sedang sholat. Ketika mereka berada di Mekah, sang ayah segera bergabung dengan jemaah haji lainnya dan Reda menunggu di mobil. Saat malam tiba, dan sang ayah belum kembali Reda berusaha mencari. Dan pada saat itu kembali dia melihat seorang lelaki yang menggembala kambing.
Sisi realistis dari penemuan ’cinta sejati’ Reda adalah bahwa tidak dengan serta merta Reda berubah menjadi orang yang religius. Tidak nampak adegan dia menjalankan sholat. Namun, dari tindakan dia yang memberi sedekah kepada pengemis di pinggir jalan sudah cukup menggambarkan bahwa dia telah menerima kedatangan cinta sejati itu. (mengingat dulunya dia pernah memprotes keras ayahnya yg memberi sedekah). Ekspresi wajah dia yang terlihat begitu damai saat merasakan udara Mekah menerpa wajahnya juga mendukung hal tersebut.

Emosi yang ditampilkan para tokoh sangat pas. Tidak ada yang berlebihan. Ekspresi dingin wanita yang ditemukan di tengah hutan belantara begitu sarat misteri, sesuai dengan fungsi dia yang memang misteri. Rasa sesal Reda ataupun sang ayah dapat jelas ditangkap di wajah mereka saat mereka menyesali perseteruan yang baru terjadi. Rasa kikuk saat akan berbaikan juga nampak dengan bagus. Kepanikan Reda saat mencari-cari ayahnya di antara kerumunan jemaah haji benar-benar menggambarkan kekalutan yang dia rasakan. Paling bagus di antara semuanya adalah tangis Reda saat dia mengenali wajah ayahnya di antara jenazah haji yang meninggal. Begitu memiriskan hati bagi yang mendengarnya.

Favourite quote:
1. Hukum minum minuman beralkohol itu tergantung kebesaran jiwamu. Ketika setetes bir dimasukkan ke dalam sebaskom air, maka air di baskom akan berubah. Tapi jika setetes bir itu dimasukkan ke lautan, ia tidak akan mengubah air laut. (hmmmm....)
2. Kau bilang kau bisa baca tulis, tapi kau buta mengenai kehidupan!
3. air laut hendaknya tetap sebagai air laut. Jika dia menguap dan menjadi hujan, dia akan menjadi air tawar, bukan air laut lagi. Maka naik haji jalan kaki lebih baik daripada naik kuda, naik kuda lebih baik daripada naik mobil, naik mobil lebih baik dari naik kapal laut, naik kapal laut lebih baik dari naik pesawat. Dasar bagi sang ayah dalam menunaikan ibadah haji dengan naik mobil.
4. jika kau berkuasa, kau kaya. Jika kau kaya, kau berkuasa. (hihihi...)
5. orang yang terburu-buru (akan) sudah mati

6 comments:

  1. Hi, Salam kenal. Wah, resensi film yang bagus. Sebenernya Chie juga pernah baca resensi film ni di majalah cuma ga sempet nonton (kalo ga salah diputer di jiffest thn lalu apa ya?) Tapi dari apa yang kamu tulis disini cukup memuaskan Chie yang belum pernah nonton filmnya.

    ReplyDelete
  2. Waaaa.... Makasi...makasi... Kupikir org pasti akan malas membaca ini, karena puanjang buanget... Ku pengennya smua kucritain, bingung mana yg musti dipotong.. Maksimal pemotongan inilah hasilnya.. =) T
    Ur comment is highly appreacited. Tengkyuuuu...

    Film ini diputer di jiffest ke-7, kemaren diputer lagi di Blitz...

    owya, salam kenal juga..
    Tata

    ReplyDelete
  3. Review-mu yang satu ini sangat lain dari review-review kamu yang lain..
    aku suka banget yang ini!
    dan seperti inilah seharusnya sebuah review itu ditulis..
    Nice, Ta!
    I'm proud of you!

    ReplyDelete
  4. Ini review pertamaku kalo ga salah.. Waktu itu belum gitu doyan film, belum 'teracuni' review2 orang..belum ada referensi.. Masih lugu2nya dah.. Hihihi..

    Dan itu film pertamaku yang ku tonton di Blitz GI.. Aku ingat! ^o^

    thanks yah! Ku jadi bersemangat! Boleh 'mwah'? Hohoho..

    ReplyDelete
  5. karena kamu udah nulis review yang oke seperti ini, nih aku yang mmmuuuach..!

    ReplyDelete
  6. Hwaaa.. Dapat mwah! Ga mau cuci muka aahh.. Soalnya entah kapan dapet mwah nya lagi..

    ReplyDelete