Wednesday, November 24, 2010

ONROP_NO HOPE?

Rating:★★
Category:Other
Adalah sangat sulit untuk menuliskan review dari sesuatu yang tidak mengesankan [sama sekali].


Warning: kata ‘penonton’ sengaja diganti menjadi ‘aku’ semua, untuk menghindari generalisasi dan untuk menunjukkan bahwa ini murni pendapat pribadiku.


Onrop! Musikal ini, faktor penarikku menontonnya adalah tagline-nya “Sebuah Komedi Satir Bagi Yang Masih Percaya Akan Kekuatan Cinta”. Sebuah komedi satir!. Pengalamanku menonton suatu pertunjukan langsung, baik itu teater, monolog, atau pembacaan puisi, komedinya itu tuh ganas! Lucu-nya tuh smart dan pasti membuatku ngakak dan reflex tepuk tangan di tempat, saat itu juga. Bahkan pidato kebudayaan pun, yang 'hanyalah' pidato, bisa membuatku ngakak guling-guling. Maka, dengan mengabaikan siapa yang membuat, siapa yang terlibat atau critanya tentang apa, aku memutuskan untuk menonton. Satu keyakinan yang kupunya: ini akan menjadi suatu kejutan.


Aku bukan jenis orang yang bisa membaca buku untuk kedua kalinya, menonton suatu film dua kali (pun dua kali adalah karena pasti menemani orang). Kenapa? Karena ku tidak bisa menikmati sesuatu yang pernah kunikmati sebelumnya. Yang keduakalinya pasti ga senikmat yang pertama. Dan mengutip kalimat seorang teman (baca = Ardi), adalah menyebalkan ketika kita sedang menikmati sesuatu, kemudian apa yang kita nikmati itu mengingatkan kita pada hal lainnya. Nah, tambahkan kelemahan memoriku dalam momen menyebalkan itu, sedang menonton sesuatu kemudian ingat bahwa apa yang sedang ditonton mirip dengan tontonan lain, tapi ga bisa ingat apa itu. Hasilnya adalah gatel otak akut.


Onrop! Musikal yang menjanjikan sebuah komedi satir melalui tagline-nya, ternyata berisi guyonan-guyonan yang bukan komedi apalagi satir. Namun dia selamat dari menyebabkan kegatelan otakku. Bukan karena memoriku mengalami perbaikan, tapi karena begitu kentaranya guyonannya mirip siapa. Tak ada yang lucu satu pun dari semua komedi yang ditampilkan. Entah berapa kali aku berkata “Apaan si?” dan saling memandang dengan tetanggaku, karena bingung ada saja yang tertawa. Ada kalanya aku berkata “Ko picisan yaaa..”. Dan sering juga juga berkata “Fail!”. Pokoknya bagiku semuanya garing jaya. Dan perlu kusampaikan juga, aku tidak bisa dibuat tertawa oleh guyonan fisik, misalnya jatoh. Dan Onrop memberikan adegan cewek nempel di dinding karena kepepet pintu yang sedang dibuka. Aku juga bukan penganut becandaan terkait sex, jadi aku tidak bisa tertawa pada “SELIJI = keselip di biji”, apalagi dada besar sebagai pelampung di laut (selain main fisik, juga basi).


Tak ada sesuatu yang baru dan segar yang ditawarkan oleh cerita Onrop! Semuanya sudah pernah kudapatkan. Bahkan pada bagian yang menurutku dimaksudkan sebagai misi penyetaraan gay pun, bukan hal original buatku. Penampilan apa-apa yang disindir pun basi jaya: baby sitter, penari jaipong, atlit2. Kemudian (yg mungkin) penyebab klimaksnya yang membawa cerita ke pulau Onrop pun datar “kita musti telanjang’. Hadeuh.. Pokoknya dari segi cerita dan komedi, Onrop no hope deh.. Membuatku bertanya-tanya kemanakah yang namanya si Kreatif pergi (karena kalau aku mempertanyakan selera humorku, tar dibilang labil..). Pesan yang sepertinya ingin diemban, disampaikan literally dalam kalimat kaku “norma adalah bla..bla..”, atau “agama adalah bla..bla..” dan ada juga “buat apa kekerasan kalau kita bla..bla..”. Pesan yang bagus..tapi penyampaiannya itu lhoooo.. Ga nampol ajah!


Bagaimana dengan musik dan lagunya? Dalam promosinya, si sutradara menyatakan (dengan bangganya) bahwa orkestranya live dan pas baca itu aku langsung “Yaeyalaaaahhh.. Masa iya mau playback atau minus one?!”. Jadi, dengan statement beliau itu, aku tidak berharap banyak pada musiknya, karena bagi sang sutradara sepertinya yang penting live. Dan memang, entah karena faktor komposisinya atau apa, musiknya tak ada yang memerindingkan. Untuk lagu, lebih tepatnya lirik, karena asalnya adalah sama dengan si pembuat cerita, jadi yaaa setali tiga uang. Kalau ga mau dibilang jayus, ya garing. Cuma satu yang kusuka, 'kl ga ada kamu..apa gunanya'. Beberapa lagu sudah bisa di-download dari jauh hari, sehingga aku bisa mendengarkannya dan tahu liriknya. Tapi banyak lagu lain yang benar-benar lagu baru. Nah, dalam pertunjukan musikal, lagu merupakan bagian dari jalan cerita bukan? Apa jadinya ketika kita berusaha mengikuti cerita yang sedang disampaikan melalui lagu, tapi ternyata beberapa kata tidak terdengar jelas? Bertanya pada tetangga pun sama ‘budheg’nya. Membuka katalog pertunjukan? Lha isinya foto-foto pemainnya semua. Yak, katalognya berisikan foto-foto dan profil para pemainnya dan sponsor. Padahal menurutku baiknya lirik lagu itu ada di katalog, sehingga ketika menunggu gong berbunyi 3 kali, aku bisa membacanya sehingga ketika mendengar lagunya dinyanyikan, sudah bisa meraba dan tidak akan keteteran.


Tata panggung. Salahkan aku yang termakan provokasi twit idolaku yang menyatakan bahwa artistik Onrop sangat memuaskan dan akan ada surprise di tiap pergantian scene. Ekspektasiku melambung karena itu. Dan Onrop tidak mencapai ekpektasiku itu. Keren si keren..(beberapa), paling kusuka adalah yang di awal Act2, pohon warna biru dan background nya merah menyala (atau kebalik yah? Lupa..). Itu membuatku terpukau dan tersenyum, suka liatnya! Lampu dan tata cahayanya juga kadang keren, tapi bukan sesuatu yang wow. Kemudian, apresiasi juga kuberikan untuk banyaknya scene yang digunakan yang artinya pergantiannya jadi sering. Nah, catatanku di pergantian scene ini adalah tidak terperhatikannya moodku. Pergantian scene dilakukan dengan meredupkan lampu di panggung selama kru-kru berbaju hitam mengangkat properti, musik sunyi. Meski hanya sebentar, situasi seperti itu menurutku membuat ku mati gaya. Mau ngobrol, kesunyiannya terlalu kudus untuk dicemari. Mau nonton ke depan, ga ada yang bisa ditonton juga. Sebenarnya ada dua pilihan untuk pergantian scene ini. Satu: gelap gulita total seperti yang dilakukan Nyai Ontosoroh. Waktu itu tiap properti difasilitasi dengan panggung mini yang beroda. Sehingga, kru yang bertugas cukup menarik keluar atau masuk pentas. Unsur surprise kena, walaupun menyiksa mata yang harus beradaptasi. Pilihan kedua adalah: melibatkan kru pengatur set ke dalam pertunjukan, seperti yang dilakukan (okeh..aku lupa) kalau bukan Gandrik ya Koma. Jadi, kostum para kru itu tetap hitam namun agak berhias. Kemudian mereka masuk ke panggung dengan sedikit akting, entah itu lari-lari kecil, entah koprol, pokoknya lucu-lucuanlah. Ya namanya juga pertunjukan komedi kan? Jadi aku tetap punya tontonan dan terhibur.


Koreografi. Bagus jika disajikan terpisah. Terlalu sayang jika dinikmati sebagai pelengkap cerita. Bayangkan, telinga dan otak bekerja untuk menangkap lirik lagu yang dinyanyikan pemeran utama. Selain itu mata ku juga harus mengikuti gerakan si pemain utama. Tapi, ujung mata juga menangkap tarian-tarian para ensamble yang jumlahnya tidak sedikit dan tersebar merata di panggung. Dan masing-masing gerakan mereka itu menarik. Mau lihat adegan berkasih-kasihan dua lelaki di kanan panggung, tapi di kiri juga ada satu lelaki cium2 tubuh perempuan. Di tengah belakang ada juga. Hadoooohh..mataku kan cuma duaaaaa… Jadi, ku memikirkan adanya pagelaran tari saja. Kan kalau film ada CD soundtrack yang dijual terpisah dan bisa dinikmati sendiri. Nah, kupikir untuk Onrop, perlu dipertimbangkan pagelaran tariannya saja. Soalnya kalau lagunya didengarkan terpisah, ummmhhh..liriknya akan membuat kita mengernyitkan dahi.


Jadi, kalau aku harus menilai, maka
Koreografi : 7
Musik dan lagu : 5
Tata panggung & cahaya : 6
Cerita dan humor : -3
Rata-rata: 3.75. Not bad lah ya…


Kesimpulannya bisa 2:
- dududududu.. cukup sudah..jangan ada lagi.. “kalau cuma terima yang basi, maka pasti dilibas”, lirik lagu (yg mungkin judulnya) Mayoritas Bersuara by Joko Anwar

- ‘There’re a lot of rooms for improvements’ , testimoni Dirgayuza.


Tergantung kamu masuk kategori mana dari pembagian yang dibuat oleh sang sutradara: pembenci atau pecinta ^^



~sengaja dikeluarkan ketika pecan Onrop telah berlalu, demi tidak menggiring opini calon penonton dan demi dinginnya kepala dan hati~






Pfuuuhh..akhirnya publish juga setelah rombak berulang kali ^^



Baca juga review lainnya yah untuk pelengkap (terutama bagian cerita) dan penyeimbang.. ^^
1. Ardi punya: http://arddhe.multiply.com/reviews/item/211
2. Mikael punya http://oomslokop.posterous.com/onrop-sebuah-komedi-satir-bagi-yang-masih-per
3. Mumu punya: http://rumputeki.multiply.com/reviews/item/129
4. Candra punya: http://nggacor.multiply.com/reviews/item/371


26 comments:

  1. Ohhh... Aku ngerasain "gagalnya" Onrop! ya... Nampak kurang menyenangkan utk menontonnya...

    ReplyDelete
  2. Tata juga kecewa rupanya.
    Dan tetep, Chandra memuja2 Joko Anwar di reviewnya :D

    ReplyDelete
  3. thx ya udah di-link review-ku hehe

    ReplyDelete
  4. @maya: sudah baca review lainnya, May? ^^ *cups

    @ ihwan: bukan kecewa si Wan..lebih ke ga masuk ajah.. ^^

    @ mumu: demi informasi yang berimbang dunk, Mu.. dan demi gerakan kembali ke MP.. hoho..

    ReplyDelete
  5. well..well..dari awal gw memang bukan fans Joko Anwar. Kalau bukan karena dia naked, gw gak kenal dia juga.
    Jadi ketika euforia si Onrop berlangsung, diriku gak kena jebakan betmen ini.
    Kayaknya sih kita satu taste,kalau gw nontonpun pasti pendapat gw gak jauh beda denganmu ta.

    ReplyDelete
  6. buat reviewnya...kurang menggigit dan kurang emosional, mana ekspresinyaa...hahaha


    nice job, Ta.

    ReplyDelete
  7. ih..ih..ih..nyama2in.. ^^ ada anomali lho terkait onrop ini.. mendadak aku satu selera gitu ama Ardi.. hahaha..

    ReplyDelete
  8. justru sengaja ku peram dulu demi meminimalkan unsur gigitan dan emosional ituuuuu.. kamu ga tau ajah berapa kali ku mengeditnya.. huhuhu..

    ReplyDelete
  9. wlopun kebetulan aku juga ternyata ga suka ini Onrop, jgn lantas menyamakan kita punya selera #kibasponi

    ReplyDelete
  10. iya si ya.. sekali tidak sekufu, slamanya tak akan sekufu..

    ReplyDelete
  11. Eit, jgn sembarangan pake kate "gak gaul".. ntar disamber @aMrazing lho :)

    Yaaa Tata, review-nya tanpa emosi ni. Serasa bukan kamu yg nulis.. gak dapet feel nya.
    Boleh gak ak baca yg sebelum di-edit?
    ..

    ReplyDelete
  12. kenapa musti diminimalkan?
    apa kamu jadi takut opini orang2 terhadap kamu gegara baca reviewmu..
    opini yg gimana yg kamu takutin? yg jelek..?
    lantas apa bedanya kamu ama JA dong klo gitu? :D

    ReplyDelete
  13. Hahahaha... akhirnya kamu posting juga reviewnya ta... :)
    Gw sih emg ga berminat dan ga tertarik sama onrop ini... Lebih tertarik ke MLP :)

    ReplyDelete
  14. Okay, gw udah baca semua riviunya...

    ReplyDelete
  15. ngakak baca ini =))

    wah ta.. berarti kalo aku belon pernah tau humor2 itu di tempat2 lain sblmnya, bakal terhibur ya nontonnya?

    ReplyDelete
  16. ardi dan shandy... maaf jika review ini mengecewakan... tapi aku kan ingin nampak dewasa, jadi tidak lagi meledak-ledak... gituuuu...

    ReplyDelete
  17. ini ko susah ya pertanyaannyaaaa...

    dimana hubunganku bisa dikomparasikan dengan JA?

    ReplyDelete
  18. dan? bagaimanakah menurut kamu? paling keren punya siapakah? ^o^

    ReplyDelete
  19. bisa iya, bisa enggak.. ceritanya sendiri pun sorry to say basi... sudah baca reviewnya mikael kah? dia bahas tentang cerita tuh.. ^^

    ReplyDelete