Monday, October 18, 2010

Being A Smart is A Must (Part I)

 

3 Hari untuk Selamanya aja kalah..”, komentar satu temanku atas ceritaku ini.

 

Warning: ini kutulis atas janji cerita ke seseorang. Dan aku ga bisa menyingkatnya, jadinya panjaaaangg.. Jadi, kubuat dalam beberapa Part yang per-part nya juga panjaaaaang.. ^^ Buat seseorang yang kujanjikan, WAJIB BACA YAH! ^0^

 

Awalnya ku tidak ingin cerita, tapi kupikir lumayan banyak hal dan pelajaran yang bisa dibagi, jadi kuceritakanlah ini.

 

Kamis, 30 September 2010

Semua ini diawali oleh undangan nikah dari salah satu teman terbaik dan terdekatku. Awal info yang kuterima tentang waktunya hanyalah Oktober. Entah bagaimana aku berpikir pernikahannya akan dilaksanakan di akhir Oktober, jadi aku santai-santai saja sampai lebaran. Beberapa teman sudah berencana untuk ikut kondangannya ke Semarang dan sekalian ke Karimun Jawa, sama seperti kondangan wisata tahun kemarin ke Malang dan sekitarnya. Nah, pas mau susun rencana, aku menghubungi si mempelai perempuan untuk menanyakan tanggal pastinya. Dan ternyata eh ternyata tanggal 2 Oktober ajah gitu, dan sebenarnya undangan udah dikirim via email dari jauh-jauh hari, akunya aja yang ga pernah cek email. Dudududu… Dan untuk itu, kita rasa terlalu mepet untuk menyusun rencana ke Karimun, termasuk urus cuti-ijin. Maka kondangan wisata gagal. Tapi aku tetep berangkat kondangan dunk..

Terkait dengan kado pernikahan. Aku dan seorang teman, berpikir dan berpikir mau ngasi apa. Pertimbangannya jelas: kemudahan membawanya, baik oleh aku dari Jakarta ke Semarang, dan juga oleh pengantin dari Semarang ke perantauannya di negara yang SBY tak berani datangi. Mikirnya lelet, tapi waktu jalannya tetep seperti biasa, hingga akhirnya udah mepet. Maka, diputuskan untuk memberikan sesuatu barang, standard dan biasa..maka dari itu kita mau buat spesial & personal di kartu ucapannya. Untuk keperluan ini, seorang teman dilibatkan lagi untuk mendesign kartu ucapannya. Intinya barang yang mau dikasih akan menyesuaikan dengan kartu ucapannya nanti.

Tanggal 30 September artinya H-2, walau kartunya belum jadi, tapi spesifikasinya sudah aja. Jadi, barang bisa dipesan. Nah, aku adalah manusia yang belum punya pengalaman sama sekali dalam hal ini, ditambah aku sangat buta harga. Sebagai gambaran seberapa buta harganya aku: aku pernah beli barang dengan harga 4 kali lipat dari seharusnya, tanpa curiga bahwa itu kemahalan. Trus seorang teman sampai berkata, “Kamu ga usah beli apa-apa lagi! Kasih aja duitnya ke aku, biar aku yang beli!”. Dan beneran gitu, pas terlontar kalimat bahwa aku pengen beli majic jar buat masak beras merah, dia tidak membiarkan aku membelinya sendiri. Pagi-pagi pas aku masih tidur, dimana aku belum bisa diajak komunikasi (apapun pasti akan kujawab ‘iya’), dia ke kamarku trus ambil duit dari dompetku, sorenya dia kembalikan dalam wujud majic jar warna ungu! ^^ Yak..separah itulah buta harga-ku. Soal kemampuan menawar? Jangan ditanya.. Nol besar, bahkan ga berani nawar..takut penjualnya marah.. =(

Kembali ke pemesanan barang. Aku datangi sebuah toko khusus barang itu pas udah sore. Seorang gadis pelayan menyambutku dengan ramah. Aku menyampaikan spesifikasi barang yang kupesan dan dia menunjukkan contoh-contoh bahannya. Setelah cocok dengan bahan-bahannya dan waktu pengerjaannya (harus jadi keesokan harinya), ku tanyalah harganya. Dia menyebutkan sebuah angka, dan aku langsung membayarnya, dia menyiapkan bon-nya. Pas itu ku baru kepikiran untuk menawar, “Mbak, ditawar boleh ga?”. Dan si Gadis berkata, “Ini udah murah, Ka..”. Oiyah.. Pun boleh nawar, ku juga ga tau musti jadi berapa.. ^^. Maka, transaksi diakhiri dengan tukar menukar duitku dengan bon pesanan.

Pas di jalan pulang, ku SMS temenku yang design bahwa pesanan sudah OK. Kemudian dia minta aku telfon ke tokonya untuk mengklarifikasi spesifikasinya, “Takut salah deh.. Coba telfon kesana”. Dan inilah awal dari cerita seru.

Telfon 1

Pengangkat telfon adalah si Bos yang kemudian menyerahkan ke si Gadis. Aku mengklarifikasi spesifikasi barang pesananku, dia mengiyakan dan memastikannya.

Setelah telfon ditutup, aku baru ngeh, ada satu hal penting lagi yang belum kusampaikan mengenai spesifikasi.

Telfon 2

Sekali lagi yang mengangkat telfon adalah si Bos. Kali ini dia enggan menyambungkan telfon ke si Gadis. Maka aku menitipkan pesannya. Kemudian,

Bos: Bu Tata, tadi pesannya harga berapa?

Tata: X rupiah

Bos: Bukan 1/2X?

Tata: Bukan.. X..

Bos: Bukan 1/2X, trus bu Tata nitip 1/2X lagi ke si Gadis?

Tata: Enggak.. Tadi harganya X, trus saya bayar X, lunas

Bos:  iya.. tapi harga sebenarnya berapa?

Tata: X.. (dengan nada bingung dan mulai ragu)

Bos: bukan 1/2X?

Tata: Bukan.. X.. (mulai kesel ditanya dengan pertanyaan yang sama berulang-ulang)

Bos: ya udah..

 

Sesampai di kantor aku sholat ashar. Selesai ashar, henponku sudah berlayarkan tulisan “2 miskol”. Tak lama berbunyi dari nomor yang sama:

Telfon 3:

Bos: Bu Tata ini dari toko tadi.. Saya bosnya Gadis. Saya mau tanya, ibu beli tadi dengan harga berapa? (nada galak khas suku itu..bukannya rasis yah..tapi khas.. Hehehe..)

Tata: X rupiah

Bos: Ibu yang benar.. soalnya si gadis bilang harganya 1/2X dan 1/2X nya lagi adalah sengaja dititip ke dia.

Tata: Gimana si? Saya ga ngerti..

Bos: ibu ada titip uang ke Gadis?

Tata: enggak.. tadi saya kasih duit lunas ke dia. Bon nya ada di saya

Bos: di bon ketulis berapa?

Tata: X

Bos: harga sebenarnya berapa?

Tata: X

Bos: bukan ½ X?

Tata: bukaaann… (bukan nada kesel, tapi ragu-ragu..takut aku yang amnesia)

Bos: bukan 1/2X, tapi ibu minta ditulis di bon X untuk di-klaim ke kantor ibu?

Jderrr! Mulailah terbuka mataku.. Bahwa ada rekayasa bon oleh si Gadis.

Tata: enggak. Saya beli dengan harga X, saya bayar sebesar X, lunas, dan di bon tertulis X. itu barang saya pesan untuk pribadi, nggak saya klaim kemana-mana.

Bos: (ke si gadis)..tuh Gadis! Dia bilang harganya X, ga ada itu titip2 uang ke kamu… dia buat untuk pribadi.. bla..bla..bla.. (pokoknya dia marah2 ke si Gadis, di kupingku)

Tata: Bu..bu.. Gini..pokoknya saya pesen barang, sudah saya bayar, saya mau jadi besok, dan akan segera saya bawa keluar kota. Sepertinya ada masalah antara ibu dan Gadis. Untuk itu saya ga mau ikut2an, saya hanya mau barang saya jangan sampai ga jadi besok.

Bos: ga gitu, Bu.. Masalahnya kalau sampai ketauan Gadis yang bohong, SAYA PECAT SEKARANG JUGA!

JGERRRRRR!!! Aku, yang tadinya ga mau tau, langsung dingiiiinnn di hati! Pyass…pyass.. Barangku selesai tepat waktu adalah satu hal, ku ga mau dilibatkan dalam masalah internal perusahaan orang juga satu hal, tapiiiii..ketika menyangkut nasib orang, dalam hal ini pekerjaan, membuatku merasa kayak kena serangan angina pectoris, kayak ada gajah mendadak duduk di dadaku. Walaupun jelas-jelas Gadis itu bersalah, dia berbohong, dia curang, dia mark-up harga ke aku tapi lapor ke kantornya separo harga, tapi kok aku ga tegaaaaa…

 

Tata: Duh.. Gini.. Saya sudah menyampaikan harga yang sebenarnya, dan ternyata yang Gadis laporkan adalah separonya. Ya udah..separonya lagi kembalikan saja ke saya. Dan anggap saja ini selesai..gimana?

Bos: ga bisa gitu, Bu… peraturan di sini ga gitu..

Tata: *sigh* Saya pesan barang, saya bayar, saya mau barang jadi besok tepat waktu. Untuk adanya masalah ini, saya nggak mau ikut2an. Tapi..saya pikir jangan sampai ke pemecatan..

Bos: Ga bisa, Bu..

Telfon dia tutup

Dan setelah itu masih ada 2 kali telfon dari 2 bos yang lain minta klarifikasi dari aku. Dan aku makin ga karuan karena ini adalah jelas-jelas masalah serius, bagi si Gadis.

Malam harinya, si Gadis telfon aku dengan 2 agenda: minta maaf dan minta bantuanku untuk menyelamatkan dia dari pemecatan. Dia mendikte aku tentang apa yang harus kukatakan ke bosnya. Yaitu: 1) aku meminta dia untuk me-mark up bon dan menitipkan uang ke dia; atau 2) aku memberikan uang seharga barang itu untuk dia. Posisiku adalah aku iba ke dia, tapi dia mendikte aku dan mendesakku untuk berjanji mengatakan itu. Sumpah, perasaanku ga nyamaaaannn banget! Aku kesel sama diriku sendiri karena membiarkanku diperlakukan begitu. Dan aku hanya bisa berkata, “Iya Gadis..aku pasti bantu..tapi tidak dengan kalimat kamu. Aku ga akan melawan kalimatku yang udah kusampaikan ke 3 bos kamu tadi”. Aku benar2 dalam posisi yang sulit. Lebih tepatnya (setelah kupikir sekarang) aku memposisikan diriku dalam posisi yang sulit.

Selanjutnya, aku kacau, nafasku beraaaaatttt bangeeettt. Kuputuskan untuk nonton, Resident Evil yang lumayan membuatku ketawa pas nonton. Sepulangnya, tampangku masih saja kacau. Kucritain ke temen di kosan, aku dimarahi mereka. “Kamu bodoh banget si?! Udah kamu ditipu harga, eh sekarang malah mau bantuin”. Trus kucrita lagi ke temenku yang pernah bilang aku naif, ga jauh beda, “Kamu sadar ga si dia itu orang jahat? Kamu mau bantuin orang jahat? Kamu tuh harusnya marah ke dia karena membuat kamu kayak orang yang suka korupsi! Kamu ga malu dianggap suka korupsi?”. Pengen aku teriak ke mereka, “Kalian ga tau rasanya siiiii… Rasanya menyebabkan orang kehilangan pekerjaaaaannn”. Itu beneran kuucapkan, tapi ga pake teriak. Dan mereka makin geregetan, “Ya itu salah dia! Bukan gara-gara kamu kalau dia dipecat! Nih ya..kamu tu pahlawan.. Kamu menyelamatkan orang-orang lain yang bakal dia tipu. Kamu menyelamatkan reputasi toko itu. Dengan dia mark up harga gitu, toko itu jadi terkenal berharga mahal, pelanggan akan kabur. Kamu aja buta harga jadi ga ngerti..buat orang-orang lain, mereka ga akan ke situ lagi.. gara2 orang jahat yang mau kamu bantu itu”. Aku masih bisa ‘membela diri’ dengan “Misal aku ga telfon ke sana kan si bos ga akan nanya ke aku tentang harga..dan mark up harga Gadis ga akan ketauan!”. Dan temen2ku makin semangat ‘ngroyok’ aku. Dan entah gimana, apapun perkataan teman-temanku malam itu ga bisa masuk ke otak dan hatiku. “Kasih aku kalimat lain yang bisa meringankan dadaku dunk..”. Dan mereka makin hopeless ama aku.. ^^

Sebelum tidur kubuat sebuah skenario tentang apa yang akan kukatakan esok hari, “Aku mau diem aja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.  Ambil, pulang, udah.”. Dan temanku yang mungkin sebenernya udah males ngomong lagi ke aku, “Emang mungkin kamu begitu? Mereka kan pasti nanyain kamu, kamu pasti harus ngomong sesuatu”. Au ah.. Dan kuputuskan untuk tidur.

Tapi tak bisa, karena aku harus packing dulu. Pilih-pilih baju untuk pergi kondangan. Dalam keadaan nafas seperti itu, musti pilih-pilih..hadududu..bawaannya pengen lempar2in isi lemari ke lantai ajah ^o^

 

Jumat, 1 Oktober 2010

Bangun tidur dengan keadaan masih berat nafas. Serasa ingin skip hari itu saja. Jalanku limbung, pandangan kosong, Otakku sibuk mikirin dan nyusun kalimat-kalimat. Ga asik banget dah.. HIngga akhirnya pas aku di bis, ada SMS masuk, “Ka.. Nanti kakak jujur saja sama Bos Gadis. Katakan yang sebenarnya tentang semuanya saja, Ka.. Bos Gadis sudah tau ko.. Maaf ya, Ka.. Tapi jangan bilang ke Bos kalo Gadis SMS dan telfon Kakak yah.. Makasih.. Gadis”. Kyaaaa… aku langsung sumringah! Gajah yang duduk di dadaku serasa langsung terbang entah kemana. Enteeeeeeeng bangeeettt.. ^^

Dan aku tersenyum kembali. Sesaat.

Habis itu aku mikirin, tampang apakah yang harus kupasang pas nanti aku ambil barang itu? Baik kepada si Gadis ataupun si Bos. Masa sumringah ini? Simpati? Tapi seperti apa tampang simpati itu? Atau aku menuruti kata2 teman2ku? Bahwa aku harus marah ke mereka? Tapi pasti feel-ku ga dapet..orang alasan kenapa aku harus marah aja belum masuk ke aku.. Trus sempat terlintas untuk minta tolong orang ambil barang itu saja, karena aku belum nemu tampang yang pas. Tapi trus ku berpikir, “lho ko lho ko malah aku yang takut gini..”. Ibarat kuis Who Wants to Be Millionaire, aku pilih phone a friend, minta ditemani. Tapi rupanya Tuhan pengen aku ga jadi manusia manja, maka Dia buatlah temanku tu sibuk ga bisa nemenin.

Dan berangkatlah aku ke toko itu seorang diri. Sesampai di depan toko, begitu si Gadis melihat aku, dia langsung berdiri dan hendak mengambil barangku. Dan refleksku adalah “Hai, Gadis..”, dengan sangat ramahnya. “Udah jadi kan?”, dengan tampang makin ramah. Gadis mengangguk, memegang barangku dan “Ambilnya di dalam ya, Ka..”. Ouw..ouw.. Aku dibimbing menuju kantor bos-bosnya. “This is it..”, pikirku. Jalanku jadi melayang-layang gitu..

Masuklah aku ke ruang itu, ada 3 bos. Gadis juga masuk dan langsung menutup pintu ruang. Sangat menegangkan.

Aku tidak berani memandang ke mereka. Aku ngomong ke Gadis lagi, “Boleh dibuka?”. Padahal sebenernya mana ku peduli itu barang wujudnya kayak apa. Hehe.. Tapi daripada harus memulai pembicaraan dengan para bos, mendingan aku jadi konsumen yang sok teliti. Aku berusaha membuka kemasan barang itu, tapi tentu saja tak bisa. Gugup bin salah tingkah. Si Bos sepertinya juga tak kalah salah tingkah. Mungkin dia membayangkan akan menghadapai pembeli yang normal, yang akan marah-marah (mengacu pada teman2ku yang emosi hanya demi mendengar ceritaku). Tapi ternyata yang datang adalah seorang aku, yang bodoh dan salah tingkah. Salah satu bos berkata, “Bantu bukain, Dis..”. Setelah dibuka, aku memberikan tampang puas, “Sip..sip..”. Barang dikemas kembali, diserahkan ke tanganku, dan aku bilang “Makasi..”. Aku balik kanan, kubuka pintu, dan aku keluar. Si Gadis mengikutiku. Sampai di luar, “Pamit ya, Dis..”.

Dan aku langsung pulang.

 

Aku tersenyum.

 

Tersenyum.

 

Semua berjalan sesuai skenarioku: tak ada kalimat apapun dariku.

 

Aku makin tersenyum, membayangkan ‘kekecewaan’ teman-temanku akan kejadian ini. Aku tau mereka mengharapkan aku berbuat ‘kehebohan’. Hohoho..

 

Beberapa jam berikutnya biasa saja. Sorenya aku hujan-hujanan dan bermacet-macetan menuju Stasiun Senen, tapi aku tersenyum. Barang-barangku tak banyak, hanya tas punggung dan tas tenteng kecil. Tas punggung untuk menggendong kado dan sendal, tas tenteng untuk baju kondangan. Cukup. Walapun aku adalah pembenci hujan, tapi hujan sore itu kusambut dengan senyum. “Efek hujan air ini ke moodku tak ada apa-apanya dengan apa yang kulalui 2 hari ini”. Aku tak berusaha berteduh, tak ngojek payung (aku ga punya payung), aku berjalan di hujan melintasi terminal Senen menuju Stasiun Senen di antara orang-orang yang berlari-lari kecil mengejar bus. Ya, aku berjalan dengan senyuman di hari yang hujan. Hebatnya lagi, aku biasa saja pada jumpliner ketika aku akan menukar online-receipt ku dengan tiket kereta. Setelah tiket kupegang, ku masuk ke stasiun, setelah sebelumnya Bapak penjaga pintu stasiun mengeceknya, “SENJA UTAMA, ke SEMARANG. Peron satu ya, Mbak.. SIlakan..”

 

…bersambung ke Part II..

 

Kenapa ku beri judul, ‘being a smart is a must’? Karena kupikir moral of the story untuk 2 hari ini adalah: andai aku pintar mengenai harga, maka aku akan tau harga wajar untuk barang yang kupesan itu. Maka aku akan mendapatkan harga yang reasonable dan aku tidak akan memberi celah untuk si Gadis me-mark up harga dan berbuat curang. Begitu.

 

 

37 comments:

  1. Gadis itu nama yg disamarkan ya? Setuju tuh,gila aja udah dipalsuin malah maksa supaya diselamatin. Itu udah resiko dia donk..

    ReplyDelete
  2. :))

    tentu saja itu nama yang disamarkan.. ^^

    :))

    dan respon kamu ternyata 'normal'..senormal teman2ku pas kejadian.. untuuuuung ku ga crita langsung deket2 hari itu..bisa-bisa makin terpuruk aja aku..makin banyak yang 'membodoh2kan' aku.. hehehe

    *peluk*

    ReplyDelete
  3. Wah ta..kamu hampir naik kereta itu?

    ReplyDelete
  4. komennya sesuai cerita dunk... :))

    ReplyDelete
  5. Hehehe. Soalnya nama keretanya pake caps lock sih :d
    Klo aku belanja kudu ditemani. Bisa sih nawar, cm kdg ga pede kalo sendiri

    ReplyDelete
  6. wah ternyata caps lock bermakna! hehehe..emang sengaja si.. ^^

    kalo aku, belanja sendiri bisa..asal di tempat yang harganya udah pasti..ga pake nawar..tinggal ambil trus bayar.. trus kalau bisa jangan sampai diketahui orang lain..karena hanya akan menjadikan sakit hati karena "astaga.. kalo di sini harganya segini tau!".

    Ayo Antung..asahlah kemampuan menawar kamuuuu! katanya kalo ga pandai nawar tar kasian anak2 kamu.. ^^ (merujuk pada kata2 teman2ku, "kasian banget tar anak kamu punya mama ga bisa belanja")

    ReplyDelete
  7. Itu tuh yg kd nyebelin dr belanja sendiri. Pas kita dgn bangganya nyebut harga yg kita pikir sdh murah, taunya ada yg nyelutuk blg dpt harga yg lbg murah :d
    Ga sbr nunggu episode kereta api nih

    ReplyDelete
  8. kalo aku si ga kesel kalo tau ada yang dapat dengan harga lebih murah.. yang bikin kesel tuh kalimat 'membodohkan' akunya.. membuatku demotivasi.. ^^

    Part II masih di otak... hihihi..

    ReplyDelete
  9. Aku jadi merasa punya teman, hiks.... *suka terlalu polos

    ReplyDelete
  10. hmm kamu lugu juga ternyata he3
    umpama ku bisa datang ke nikahan sahabat kita itu, mungkin kita bakalan kopdar. Wong aku baru nyadar malam harinya kalo besok dia nikahnya huft.

    ReplyDelete
  11. kuanggap 'lugu' sebagai pujian.. ^^

    malang-semarang kan ga jau2 amat, Wan.. harusnya bisa datang.. ^^

    ReplyDelete
  12. Hahahhaa dasar!!!! Ternyata karma emg do exist ya... :)

    ReplyDelete
  13. Kalau aku bisa ngerti kok Ta, posisi mu pada saat itu... :-)
    ungkapan gajah duduk di dada..hehehe, lucu dan pas banget

    ReplyDelete
  14. Karma apa si, Muse? Tak mengerti..

    Pita, peyuuukk..

    ReplyDelete
  15. hahahaha aku setuju sama komen ini!

    tapi aku juga setuju kamu pasang strategi diam waktu ktemu bos2 itu..

    ditunggu part berikutnya :)
    seruuuuuuuuuuuu :D

    ReplyDelete
  16. Hahaha.. Kebayang kalo kejadian ini pas kita masih di K49..dah 'dikeroyok' abis2an aku ama kalian, para senior.. *langsung kebayang trio 'galak' dewi-ninit-mayada* Hoho..

    Seperti yg kubilang kan? Ada kisah panjaaang..hehehe..

    Ni sedang menyusun2 part berikutnya gimana caranya biar ga membuat orang pengen 'ngroyok' aku lagi.. ^o^

    ReplyDelete
  17. Mungkin... Itu cara terbaik ala Tata :)

    *Tata banget gitu ya, hihihi...

    ReplyDelete
  18. *peluk Maya*

    kamu ga geregetan, May?

    ReplyDelete
  19. *copas semua isi tulisan di atas*

    tuh ceritanya..

    ReplyDelete
  20. gw kan gak hobi baca yg panjang2 Ta......
    *menanti telpon Tata ntar malam*

    ReplyDelete
  21. jaelah.. yang lain aja pada sanggup bacaaaa.. mulailah membaca dan kau akan tak bisa berhenti sampai selesai..

    dan jangan harap ku telpon kamu tar malem.. ga ada pulsa! ^^ tunggu aja ampe minggu depan.. hohoho..

    ReplyDelete
  22. astaga... jahat kamuuuuu...

    *berdoa semoga Ardi segera muncul*

    ReplyDelete
  23. bahkan ketika kamu salah, kamu gak mau dengerin omongan orang kalo kamu salah. perhaps it hurts your feeling a little bit.
    cewek.. slalu butuh dukungan atas apa yg mereka lakuin. saat mereka salah, yang mereka butuh dengerin dari temen-temennya "Gak apa-apa kok, it's Ok.. dsb. dst.." just to make sure that you're doing fine. In fact, you're not doing fine. Well, you know.. the truth is ugly! but it is the truth.

    ReplyDelete
  24. Hehe.. *peluk shandy*

    tapi kan pada akhirnya aku menerima dan tau kalau aku salah dan bodoh.. :) kalau pas kejadian si pastinya sulit untuk ngomong dan memasukkan ide yang berkebalikan dari apa yang kuyakini di saat itu.. apalagi kondisiku sedang sangat emosional.. jadi bisa kubayangin, temen2ku pasti berasa ngomong ama tembok.. Maaf ya.. (misal mau pake metode insepsi, pasti butuh mimpi paling nggak 7 layer untuk menanamkan ide itu ke otakku. Hehe..)

    yang pasti aku bersyukur, aku dikelilingi teman yang teman! mwah!


    ReplyDelete
  25. Itu menyadari kesalahan atas kebodohan diri sendiri, trus dilanjutkan dg menertawakan diri sendiri.. Gituu..

    ReplyDelete
  26. ardi ngritik mulu.. itu yg bikin kamu kangen sama dia? :D

    ReplyDelete
  27. Maksudnya kesempatan kedua buat Gadis ya, nil? Hiks..

    ReplyDelete
  28. kirain part 2 udah nongol..
    sibuk ya nulisnya?
    samma aku jg lagi sibuk di kantor.. kapan mo bacanya ya hihi

    ReplyDelete
  29. iya nih.. part II terpending... mahap..

    ReplyDelete