Karena mba siska tidak meng-upload foto annual dinner yg ada diriku.. ku upload sendiri ajah... Hehehe...
Owya...ku dapet TV lhoooo... Hohoho...
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Romance |
Author: | disusun oleh Paul B. Janeczko |
Stasiun Pondok Cina, 6.30 AM
Tata : Pak, Tanah Abang
Petugas Loket : Ga ada Mba. Hari ini dibatalkan.
Tata : Ha? Yang ke Kota dah lewat blum?
Petugas Loket : Dibatalkan juga mba. Hari ini semua express ga jalan
Tata : Haaaa??? Apa2an si? Ya udah lah.. Ekonomi Tanah Abang deh kl gitu..
Petugas Loket : Yang ke Tanah Abang, express dan ekonomi ga dijalanin Mba
Tata : ...................... (cuma bisa bengong)
Petugas Loket : Jadi gimana mba?
Tata : *sigh* yang ada apa jadinya?
Petugas Loket : Ekonomi ke Kota mba, pemberangkatan dari Bogor
Tata : Ya udah itu aja
Di gambar bisa dilihat pembagian diri manusia menjadi 4 warna. Dalam diri kita ada masing2 warna, tapi pasti ada yang lebih dominan.
Berikut adalah cara mengenali warna kita. Kerjakan secara berurutan. Selesaikan satu petunjuk baru lanjutkan ke petunjuk berikutnya.
Warna kita adalah:
Semoga tidak membingungkan...
Pengenalan warna ini berguna untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan lebih efektif. Misalkan kita berhubungan dengan org Biru, maka kita harus menyediakan detail, fakta untuk meyakinkannya. Sebaliknya, dengan orang Kuning janganlah menyinggung2 detail, kl lapor sesuatu cukup bilang "Semuanya oke".
Metode sederhana untuk mengenali warna orang lain adalah dengan sedikit lebih memperhatikan responnya. Misalkan atas pernyataan: Dah denger tentang banjir di Jakut kemaren blum?
Respon si Merah: Iya... kasian banget ga si? Banyak anak kecil pula.. (empatilah yang ditunjukkannya pertama)
Respon si Hijau: Sudah bisa diduga si.. Kan daerah sana itu kondisi tanahnya, trus....dst..dst...
Respon si Biru: Itu seharusnya ga terjadi kalau infrastrukturnya bener. Liat aja bla..bla..bla.. (dia akan mulai menganalisa knp itu terjadi)
(Hijau dan biru agak2 mirip, cuma kl Hijau lebih tersistematis gitu...)
Respon si Kuning: Yaaa...itu dah kehendak Tuhan...mau diapain lagi?
Sow, kenalilah warna diri kita dan orang di sekeliling kita...
Semoga bermanfaat...
Narasumber: Maraden Media Butar-butar
Salah satu keinginanku dari dulu yg belum terpenuhi adalah NONTON SEPAK BOLA LOKAL LIVE di stadion, nonton Persija lawan mana ajalah. Kalau bisa lawan Persib (hohoho..). Ku pengen merasakan serunya teriak2, keringetan, lompat2, memacu adrenalin. Mumpung belom punya anak ni...
Tapi, ketika kuutarakan keinginan ini ke beberapa teman dengan harapan mereka mau menemani, respon nya adalah:
1. Serem ah Ta..
2. Kamu ada2 aja si? Ngoyo woro itu...
3. Lo mau pulangnya mampir rumah sakit dulu?
4. Inget Ta..badan lo segitu..ancur lo di sana..
5. Halagh... Gua ogah kena siram air kencing. Norak tau mereka itu. (2 org yg berkomentar begini, dan dua2nya lelaki)
Emang seserem itu ya?
Ned Herrmann mengkategorikan karakter manusia dalam 4 warna: Merah, kuning, biru dan hijau. Merah adalah feeling self, kuning artinya experimental self, hijau itu safekeeping self dan biru adalah rational self. Dan setelah diperiksa, warnaku adalah merah.
Inilah ciri dari warna merah:
Yak karena dari 7 sifat itu 4 di antaranya aku mengakuinya maka warnaku adalah merah. Dan merah itu berseberangan dengan biru.
Adakah yg berwarna biru? =)
Kalis. Bagai air dan minyak. Tak akan menyatu. [Tapi] itu dulu. Sebelum kutahu empedu bisa melarutkan lemak yang kumakan. Ya, empedu yang katanya pahit itu mampu memecah lemak di saluran cernaku. Sebelum kutahu minyak ikan bisa menjadi sirup yang manis. Betul, minyak ikan yang tak sedap bau dan rasanya itu ternyata bisa berasa jeruk berkat sesuatu bernama surfaktan.
Kulihat celah untuk kita. Kita bisa lenyapkan kekalisan kita. Pertanyaannya sekarang: adakah empedu bagi kita? Dapatkah kita menemukan surfaktan?
Kita telah berlari sebelum peluit ditiup. Kita telah beradu peran sebelum gong dipukul tiga kali. Ya, kita adalah wayang yang berlakon sebelum gunungan tertancap.
Tak mengapakah? Kurasa tak apa-apa. Toh, kita masih ada dalam pakem. Walau kadang bimbang menyerangku. Apa sajakah di dirimu yang boleh kusentuh? Wilayah mana sajakah yang boleh kujelajahi?
Kulangkahi dan kurabai tiap jengkal dirimu. Kukecupi dan kuciumi tiap rasamu. Kutatap matamu ditiap langkah dan rabaan. Kutahan nafasku di tiap kecupan dan ciuman. Kunantikan kenanmu yang kau isyaratkan lewat warna (di) matamu.
Kini, manakah warna itu? Hampir lelah mataku menunggu. Hampir habis nafasku tertahan.
Tak ada warna, tak ada kata. Hanya diam mu yang kutangkap. Diam yang menggoreskan garis batas yang jelas. Diam mu adalah penanda atas mana yang boleh kusentuh, mana yang bisa kuraba dan sejauh apa ku harus melangkah di dirimu.
Akhirnya...kutahu dimana ku harus berada
Rating: | ★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Drama |
Rating: | ★★★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Comics & Graphic Novels |
Author: | Story: Nobuyuki Fukumoto |
Kebekuan kita belum lagi cair. Seingatku. Kini tiada [begitu saja]. Menjadi uap. Melayang-layang di udara melingkupi kita [seolah] tak hendak sirna.
Dapatkah kau panggil angin? Biarkan dia pergi jauh [dari kita] ke tempat yang dapat mengembalikan wujudnya.
Kemaren hp ku ketinggalan di bawah bantal (walau ku tau kalo naro hp di bawah bantal itu ga baik). Jadi sehari kemaren ku tidak berhubungan dengan siapa2 melalui SMS ataupun telp, kecuali urusan kantor. Walau sebenernya ada beberapa sambungan telepon dengan teman yang ingin kulakukan, tp karena ku tidak hapal nomer mereka maka kuurungkanlah niatku.
Kemudian ku berpikir: misal nanti pas hp ku ketinggalan di bawah bantal lagi, trus ku ditangkap polisi atau diculik dan hanya diberi kesempatan menggunakan telpon sekali, siapa yg bakal kuhubungi yak?
Dulu, ku bisa menghapal lumayan banyak nomer telp. Tapi sekarang, hanya tinggal beberapa. Menyedihkan ... Degradasi kemampuan otak ni... Hiks..
Dan nomer telp yg masih ada di memori otakku adalah:
Nomer 9 dan 10 itu karena nomernya cantik banget, siapapun juga pasti bisa hapal.
Hmmm... Dari sepuluh itu, kl kesempatan nelp nya cuma satu kali...siapa dunk ya? Sulit menentukannya... Ya pokoknya dari sepuluh org di atas siap2 kutelp di saat darurat yaaa... Serius ni!
Diam kita sarat prasangka. Kata kita senantiasa beda makna. Itikad kita tidak pula sama. Hak dan kewajiban entah kemana. Kesetaraan hanyalah asa. Bertepukkan sebelah tanganlah yang terasa.
Kini kuucapkan ini:
Teman, mari kita lepas ikatan ini. Perlahan. Jangan sampai putus tali itu. Kelak (mungkin) kita ikat kembali.