Dan Aku Menangis

 

Cinta pergi dariku bersama semua rasaku. Aku lupa seperti apa rasanya bahagia, aku tidak ingat lagi bagaimana rasanya lara. Hanya datar dan senyap yang meraja.

 

 

 

[saat itu] Kupikir aku menderita disfungsi emosi. Dadaku tak lagi berdebar saat melewati tempat pertemuan kita. Mataku tak juga nanar melihatmu di lembar yang kubaca. Pun hatiku tak menggeliat saat ada yang menyentuhnya. Aku sama sekali tak terusik oleh segala tingkahmu. Tak hanya itu, aku tak terusik oleh apapun, oleh siapapun.

 

 

 

Tanpa kusadari pandangku mulai tercuri oleh seorang lelaki. Dan ketika hatiku ingin ikuti, lelaki itu [dibawa] pergi. Rupanya Tuhan hanya ingin mengatakan bahwa aku sudah bisa bercinta lagi. Kukatakan kepada Tuhan, ”Baik, kalau itu yang Kamu kehendaki”.

 

 

 

 

Walau telah pergi, lelaki itu masih saja kupandangi. Aku ingin dia tahu bahwa ada aku yang sedang memandanginya. Dan akhirnya kami saling bertatap [sekelibat saja]. Tanpa berkedip matanya segera beralih ke jalan yang sedang ditempuhnya. Kucoba iringi jalannya, berharap ujung matanya akan menangkap adaku.

 

 

 

Dia mempercepat langkahnya dan melewatkanku.

 

 

 

Entah atas kuasa siapa, mataku berkabut. Entah karena apa, nafasku memberat. Entah untuk apa, aku menangis.

 

 

 

Semalam.

 

 

 

 

 

 

Untuk lelaki yang bahkan aku tak tahu siapa namanya tapi berhasil membuatku merasa pupus di cinta ^o^