Pemuda Di Sebuah Mushola di Stasiun Kereta_Korban Imajinasi Liarku (lagi)

 

Di stasiun Sudirman tersedia mushola berkapasitas belasan orang. Lebarnya adalah 4 orang, panjangnya 3 shaf (kalau mau maksa 4 bisa si...). Perempuan dan lelaki jadi satu, tidak ada pembatasnya. Dari pintu masuk ke arah depan untuk lelaki, ke belakang untuk perempuan. Tapi kalo ga ada perempuan, biasanya dipenuhi dengan lelaki.

 

 

Aku hanya sekali pernah sholat di situ. Karena biasanya aku pulang setelah sholat maghrib atau misalkan sebelum maghrib, masih keburu untuk sholat di kosan.

 

 

Pada suatu hari aku tertinggal kereta keberangkatan pukul 17.40. Jadwal berikutnya adalah 18.45. Jadi mau tidak mau aku harus sholat maghrib di stasiun.

 

 

Karena hampir semua penumpang yang naik dari stasiun Sudirman adalah para pekerja, maka mushola-nya pun dipenuhi dengan pekerja kantoran. Sangat mudah mengenalinya: business attire-lah.

 

 

Nah, setelah aku wudlu di kamar mandi umum, aku mendekati mushola. Isinya lelaki semua. Setelah 1 gelombang sholat, aku masuk. Aku ambil mukena dan sarung yang tersedia, memakainya dan mulai sholat. Di depanku para lelaki sholat jamaah. Aku pun masbuk.

 

 

Saat aku sholat, dari ujung mataku ku bisa melihat ada lelaki berdiri di dekat pintu (di sebelah dalam mushola), nampak dia sedang mengawasi kita yang sedang sholat. Aku cukup waras untuk tidak berimajinasi dia adalah malaikat yang mencatat siapa saja yang sedang sholat. Ku berpikir dia sedang menunggu giliran untuk sholat.

 

 

Ketika sholat jamaah selesai, para lelaki yang menunggu di luar masuk menggantikan yang sudah selesai. Mereka mulai lagi sholat jamaah. Aku menambahi rakaat yang tertinggal. Lelaki yang tadi menunggu, masih saja berdiri di situ. Tidak bergabung dengan sholat jamaah gelombang berikutnya ini.

 

 

Maka dimulailah cerita di otakku dengan tokoh utamanya lelaki itu.

 

 

Dari pakaiannya, dia bukanlah seorang pekerja. Dia tidak mengenakan business attire. Pakaiannya adalah kaos lengan pendek dan celana nanggung (panjangnya cuma sampai bawah lutut dikit). Usianya masih muda, mungkin akhir belasan atau awal duapuluhan. Apakah yang dilakukan seorang pemuda di mushola stasiun Sudirman pada jam-jam bubaran kantor? Misalkan dia adalah pemuda yang habis pulang main dan mau naik kereta juga, trus dia mau sholat juga, kenapa pas ada kesempatan sholat dia tidak melakukannya? Maka, kunyatakan bahwa dia adalah mas-mas penjaga mushola. Dia berdiri di situ bukan untuk antri sholat, tapi menungguku! Dia mau menarik bayaran atas mukena yang kupakai. Masuk akal kan?

 

 

Imajinasiku berlanjut. Aku tidak setuju dengan cara dia mencari uang. Dia masih begitu muda, fisik sempurna, tapi kerjaannya ’malakin’ orang sholat di mushola. Tampangnya juga jauh dari kesusahan. Dia kan bisa jualan minum di stasiun atau di kereta. Kenapa malah begini?

 

 

....oh my...semua itu kupikirkan selama aku sholat!...

 

 

Atas ketidaksetujuan dan tidak relanya aku musti bayar, maka aku berkata dalam hati, ”Kulama-lamain aaahhh sholatnyaaaa....”. Maka ku baca surat Al Fatihah-nya lamaaaaa... Trus gerakanku pelaaaaannnn... Pas sujud akhir ku juga lamaaaaaaa... Habis sholat aku sok doa dulu, (padahal biasanya habis salam langsung buka mukena). Hanya demi menunda pemuda itu menerima rupiahku. Hohoho...

 

 

Setelah aku ber-amin. Pemuda itu menggerakkan tangannnya ke arahku untuk meminta mukena. ”See? Dia nyewain mukena kan?”. Dan aku tersenyum bangga atas benarnya hipotesaku. Aku memandangnya, tersenyum, dan berkata, ”Oh tar ya..”. Jangan harap ya km akan semudah itu dapet duitku.

 

 

Ku nglipet atasan dulu. Trus pas ku nglepas sarung, dia nyodorin tangannya lagi, sambil berkata, ”Mbak...”. Senyum malunya tak ketinggalan. Dalam hatiku, ”Aihhhh...ga usah sok2 mau nglipetin deh... Ga bakal kutambahin bayarannya...”. Tapi yang keluar dari mulutku adalah, ”Oh ga usah...biar saya lipet sendiri”.

 

 

Kupikir dia bakal diam dan menungguku selesai melipat sampai kuberikan uang sewa kepadanya. Ternyata dia berbicara, ”Anu mbak...Mau pinjam sarungnya..saya mau sholat...”.

 

 

Jrengggg...

 

 

Oh my...oh my....

 

 

Jelas aja dia melewatkan giliran sholat, orang celana dia pendek. Jelas aja dia nungguin aku, karena satu2nya sarung yang tersedia di situ kupake. Ga mungkin kan dia pake bawahan mukena?

 

 

Aku malu lagi... Ku ga nau sholat di situ lagi...bikin ga khusyuk... ^o^